November 2011 - Archieve

Under the hood articles from the past.

Tuesday, November 22, 2011

Dilarang berdebat dalam Agama

Majalah Muslim - Ketika beberapa lama tidak bertemu seorang sahabat yang sudah pernah menutupi aurat dengan jilbab walaupun masih belum sempurna, lalu melihatnya dalam keadaan sudah tidak menutupi auratnya lagi, membuat hati ini merasa sedih dan tidak dapat menerimanya.

Betapa mudahnya keimanan itu mencair seiring waktu, ketika seseorang menjalani hidupnya tanpa usaha untuk meningkatkan nilai keimanan didada. Sehingga ketika dicoba untuk mengingatkannya masalah wajibnya bagi perempuan untuk menutup auratnya, sahabat itu berdalih bahwa dia tidak ingin berdebat mengenai hal itu demi menjaga persahabatan.

Padahal tidak ada yang perlu diperdebatkan atas segala hal yang telah menjadi ketetapan Allah subhanahu wata’ala, karena kita semua hanyalah makhluk ciptaan Nya yang wajib patuh dan ta’at atas semua aturan dan ketentuan yang telah diberikan Nya melalui ajaran yang telah disampaikan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.

Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarang dari hal tersebut. Dalam Ash-Shahihain dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda : “Bacalah Al-Qur`an selama hati-hati kalian masih bersatu, maka jika kalian sudah berselisih maka berdirilah darinya”.

Dan dalam Al-Musnad dan Sunan Ibnu Majah dan asalnya dalam Shahih Muslim dari ‘Abdullah bin ‘Amr : “Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah keluar sedangkan mereka (sebagian shahabat) sedang berselisih tentang taqdir, maka memerahlah wajah beliau bagaikan merahnya buah rumman karena marah, maka beliau bersabda : “Apakah dengan ini kalian diperintah?! Atau untuk inikah kalian diciptakan?! Kalian membenturkan sebagian Al-Qur’an dengan sebagiannya!! Karena inilah umat-umat sebelum kalian binasa”.

Bahkan telah datang hadits (yang menyatakan) bahwa perdebatan adalah termasuk dari siksaan Allah kepada sebuah ummat. Dalam Sunan At-Tirmidzy dan Ibnu Majah dari hadits Abu Umamah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Tidaklah sebuah kaum menjadi sesat setelah mereka dulunya berada di atas hidayah kecuali yang suka berdebat, kemudian beliau membaca (ayat) “Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja”.

Imam Ahmad rahimahullah berkata : “Pokok-pokok sunnah di sisi kami adalah berpegang teguh dengan apa yang para shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berada di atasnya dan mencontoh mereka. Meninggalkan semua bid’ah dan semua bid’ah adalah sesat. Meninggalkan permusuhan dan (meninggalkan) duduk bersama orang-orang yang memiliki hawa nafsu. Dan meninggalkan perselisihan, perdebatan dan permusuhan dalam agama”.

Perdebatan Yang Tercela :

Yaitu semua perdebatan dengan kebatilan, atau berdebat tentang kebenaran setelah jelasnya, atau perdebatan dalam perkara yang tidak diketahui oleh orang-orang yang berdebat, atau perdebatan dalam mutasyabih (Yaitu ayat-ayat yang kurang jelas maknanya pada sebagian orang karena adanya beberapa kemungkinan makna) dari Al-Qur’an atau perdebatan tanpa niat yang baik dan yang semisalnya.

Perdebatan Yang Terpuji :

Adapun jika perdebatan itu untuk menampakkan kebenaran dan menjelaskannya, yang dilakukan oleh seorang ‘alim dengan niat yang baik dan konsisten dengan adab-adab (syar’iy) maka perdebatan seperti inilah yang dipuji. Allah Ta’ala berfirman :

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS An Nahl 16 : 125)

[845]. Hikmah : ialah perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.

Dan janganlah kamu berdebat denganAhli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka[1154], dan katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri." (QS Al ‘Ankabuut 29 : 46)

[1154]. Yang dimaksud dengan orang-orang yang zalim ialah : orang-orang yang setelah diberikan kepadanya keterangan-keterangan dan penjelasan-penjelasan dengan cara yang paling baik, mereka tetap membantah dan membangkang dan tetap menyatakan permusuhan.

Mereka berkata "Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar." (QS Huud 11 : 32)

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : “Tidak ada satu kaum yang tersesat setelah mendapat petunjuk, melainkan karena mereka suka berjidal (debat untuk membantah)." Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membaca ayat : "Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja, sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar. [QS Az-Zukhruf 43 : 58]” (HSR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad)

Wallahu a’lam bishshawab ….
@Fastabiqul Khairat

Sunday, November 20, 2011

Apa itu Munafik dalam Islam?

Monyet Berkacamata
Majalah Muslim - Munafik merupakan satu kata yang membuat kita yang mendengarnya langsung merasa tidak nyaman, terutama saat telunjuk orang mengarahkan kata kata tersebut kediri kita. Naudzu billah min zaliq.

Namun dalam kehidupan sehari hari, kita banyak sekali berurusan dengan hal hal yang bersifat munafik tadi. Misalnya saja, meskipun tidak senang, kadang kadang seseorang harus berusaha untuk tetap menunjukkan seolah olah dia menyukai tindakan yang dilakukan oleh orang lain, atau kadang kadang kita mengucapkan kata kata yang lain dan dihati lain dimulut.

Sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam : "Tanda orang munafik ada tiga : jika berbicara dia dusta, jika berjanji dia ingkar, dan jika dipercaya (diberi amanat) dia berkhianat." (HR. Bukhari Muslim)

Jabatan sering membuat manusia melakukan tindakan munafik ini, karena begitu banyak kata kata yang telah dikeluarkan, sehingga kadang kadang dia sendiri tidak dapat membedakan kata kata yang benar dan kata kata yang dusta. Dalam berjanjipun seseorang yang pernah begitu bersemangat dalam menyampaikan janji janji kepada masyarakat banyak hanya demi pemilihan dirinya, begitu dia atau mereka terpilih, maka janjipun hilang disapu kabut tak pernah ditepati.

Dalam beribadahpun orang-orang munafik sering mempercepatkan shalat tanpa ada rasa khusyuk sedikit pun. Tidak ada ketenangan dalam mengerjakannya, dan hanya sedikit mengingat Allah subhanahu wata’ala di dalamnya. Fikiran dan hatinya tidak menyatu. Dia tidak menghadirkan keagungan dan kebesaran Allah subhanahu wata’ala dalam shalatnya.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu `anhu dia mendengar Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabada : “Itulah shalat orang munafik. Dia duduk menunggu matahari, sampai matahari telah berada diantara dua tanduk setan, baru mengerjakan shalat empat rakaat, tidak mengingat Allah di dalam shalatnya kecuali sedikit.” (HR. Muslim)

Bahkan dalam bercandapun, adakalanya muncul kemunafikan, dimana seseorang melakukan lawakan dengan mengeluarkan kata kata dusta, hanya demi membuat orang lain tertawa.

Hadits Rasulullah yang diriwayatkan Imam Ahmad Musnad dengan sanad Jayid : "Celaka baginya, celaka baginya, celaka baginya. Yaitu seseorang yang berdusta agar orang-orang tertawa."

Wallahu a’lam bishshawab ...
@Fastabiqul Khairat

Monday, November 14, 2011

Assalamu'alaikum


Majalah Muslim - Assalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh … Begitu salam yang sering kita dengar saat kita menelpon atau ketika kita bertemu dengan saudara muslim lainnya. Dimana merupakan sunnah untuk mengucapkan salam seperti itu sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah shalalllahu ‘alaihi wasallam, dan wajib untuk menjawabnya, namun ketika salam diucapkan oleh seseorang keseluruh jama’ah, maka hukumnya menjadi fardhu kifayah, dimana seorang saja yang menjawab berarti sudah mewakili jama’ah lainnya.

Syaikh Shalih bin Fauzan, beliau menyatakan bahwa : "Wajib hukumnya menjawab salam jika mendengarnya dari orang secara langsung atau melalui media tulisan atau media elektronik yang ditujukan untuk pembacanya atau pendengar. Hal ini berdasarkan pada keumuman dalil tentang wajibnya menjawab salam." Fatwa tersebut dimuat dalam al Muntaqa min Fatawa al Fauzan fatwa untuk pertanyaan no 511.

Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu. (QS An Nisaa’ 4 : 86)

Penghormatan dalam Islam ialah: dengan mengucapkan Assalamu'alaikum.

Rasulullah bersabda, "Kewajiban seorang muslim atas muslim yang lain ada lima : menjawab salam, menjenguk orang sakit, mengiringi jenazah, memenuhi undangan dan mendoakan orang yang bersin." (HR. Al-Bukhari & Muslim)

Menurut Imam al Qurthubi, maksud tahiyah dalam ayat diatas sesuai pendapat yang shahih dari beberapa pakar tafsir adalah salam. Ulama juga sepakat bahwa memberi salam hukumnya sunah dan menjawabnya wajib. Mereka hanya berselisih pendapat tentang apakah kewajiban menjawab gugur jika salah seorang sudah menjawabnya? Imam Malik dan asy Syafi'i menyatakan gugur kewajibannya sedang al Kufiyun (para ulama Kufah) menyatakan tetap menjadi fardhu kifayah. Bahkan Imam Qatadah dan al Hasan mengatakan bahwa seorang yang tengah shalat harus menjawab salam jika salam ditujukan padanya dan hal itu tidak membatalkan shalatnya. Dengan demikian saat mendengar ceramah dari kaset ataupun radio dan diucapkan salam hendaknya kita menjawabnya. Demikian pula saat membaca surat yang ditujukan pada kita, bisa dengan ucapan atau tulisan. Perlu diingat bahwa sunah apalagi kewajiban, apapun, yang diperintahkan syariat tak sepatutnya diremehkan.

Menjawab salam memang wajib dan memberi salam memang sunah. Namun demikian ada beberapa kondisi dimana seseorang sebaiknya tidak memberi salam. Diantaranya adalah; kepada orang yang tengah buang hajat, orang yang sedang adzan maupun shalat, sedang mengantuk, orang yang dimulutnya ada makanan dan sedang membaca al Qur'an dan talbiyah saat ihram.

Ibnu Umar ra menyebutkan, "Bahwasanya ada seseorang yang lewat sedangkan Rasulullah sedang buang air kecil, dan orang itu memberi salam. Maka Nabi tidak menjawabnya". (HR. Muslim)

Wallahu a’lam bishshawab
@Fastabiqul Khairat

Sunday, November 13, 2011

Apa itu Mahar dalam pernikahan di Islam?

Apa itu Mahar dalam pernikahan di Islam?
Majalah Muslim - Mahar merupakan salah satu syarat untuk terpenuhinya pernikahan, dimana mahar merupakan pemberian calon mempelai laki laki kepada calon mempelai wanita, dimana nilainya ditentukan oleh mempelai wanita sendiri dan dalam pelaksanaannya nanti nilai tersebut telah disetujui oleh kedua belah pihak.
Karena itulah Mahar merupakan tanda kesungguhan dari laki laki untuk menikah, dimana Allah berfirman dalam Al Qur'an :

Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan[267]. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya (QS An-Nisaa’ 4 : 4)

[267]. Pemberian itu ialah maskawin yang besar kecilnya ditetapkan atas persetujuan kedua pihak, karena pemberian itu harus dilakukan dengan ikhlas

Dalam ayat tersebut Allah memerintahkan memberikan mahar kepada wanita yang hendak dinikahi, maka hal tersebut menunjukkan bahwa mahar merupakan syarat sah pernikahan. Pernikahan tanpa mahar berarti pernikahan tersebut tidak sah, meskipun pihak wanita telah ridha untuk tidak mendapatkan mahar. Jika mahar tidak disebutkan dalam akad nikah maka pihak wanita berhak mendapatkan mahar yang sesuai dengan wanita semisal dirinya (’Abdurrahman bin Nashr as-Sa’di dalam Manhajus Salikiin hal. 203).

Dengan berkembangnya zaman, wanita semakin menyadari akan hak hak yang dimilikinya secara syar'i, namun kembali kepada ajaran Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam, bahwa pernikahan itu merupakan sunnah rasulullah atas ummatnya, maka dalam penentuan nilai maharpun, Rasulullah mengatakan dalam haditsnya : “Sebaik-baik mahar adalah mahar yang paling mudah (ringan).” (HR. al-Hakim : 2692, beliau mengatakan “Hadits ini shahih berdasarkan syarat Bukhari Muslim.”)


Jadi dalam penentuan mahar, bukanlah dilihat dari jumlah harta yang diberikan tapi bisa juga dilihat dari nilai lainnya yang lebih mulia dimata Allah subhanahu wata'ala, sebagaimana kisah Ummu Sulaim yang menerima mahar berupa keIslaman Abu Thalhah.

Ummu Sulaim adalah ibunda Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terkenal keilmuannya dalam masalah agama. Selain itu, Ummu Sulaim adalah salah seorang wanita muslimah yang dikabarkan masuk surga oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Beliau termasuk golongan pertama yang masuk Islam dari kalangan Anshar yang telah teruji keimanannya dan konsistensinya di dalam Islam. Kemarahan suaminya yang masih kafir tidak menjadikannya gentar dalam mempertahankan aqidahnya. Keteguhannya di atas kebenaran menghasilkan kepergian suaminya dari sisinya. Namun, kesendiriannya mempertahankan keimanan bersama seorang putranya justru berbuah kesabaran sehingga keduanya menjadi bahan pembicaraan orang yang takjub dan bangga dengan ketabahannya.

Kesabaran dan ketabahan Ummu Sulaim telah menyemikan perasaan cinta di hati Abu Thalhah yang saat itu masih kafir. Abu Thalhah memberanikan diri untuk melamar beliau dengan tawaran mahar yang tinggi. Namun, Ummu Sulaim menyatakan ketidaktertarikannya terhadap gemerlapnya pesona dunia yang ditawarkan kehadapannya. Di dalam sebuah riwayat yang sanadnya shahih dan memiliki banyak jalan, terdapat pernyataan beliau bahwa ketika itu beliau berkata, “Demi Allah, orang seperti anda tidak layak untuk ditolak, hanya saja engkau adalah orang kafir, sedangkan aku adalah seorang muslimah sehingga tidak halal untuk menikah denganmu. Jika kamu mau masuk Islam maka itulah mahar bagiku dan aku tidak meminta selain dari itu.” (HR. An-Nasa’i VI/114, Al Ishabah VIII/243 dan Al-Hilyah II/59 dan 60). Akhirnya menikahlah Ummu Sulaim dengan Abu Thalhah dengan mahar yang teramat mulia, yaitu Islam.

Kisah ini menjadi pelajaran bahwa mahar sebagai pemberian yang diberikan kepada istri berupa harta atau selainnya dengan sebab pernikahan tidak selalu identik dengan uang, emas, atau segala sesuatu yang bersifat keduniaan.

Namun, mahar bisa berupa apapun yang bernilai dan diridhai istri selama bukan perkara yang dibenci oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sesuatu yang perlu kalian tahu wahai saudariku, berdasarkan hadits dari Anas yang diriwayatkan oleh Tsabit bahwa Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda : “Aku belum pernah mendengar seorang wanita pun yang lebih mulia maharnya dari Ummu Sulaim karena maharnya adalah Islam.” (Sunan Nasa’i VI/114).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melarang kita untuk bermahal-mahal dalam mahar, diantaranya dalam sabda beliau adalah : “Di antara kebaikan wanita ialah memudahkan maharnya dan memudahkan rahimnya.” (HR. Ahmad) dan “Pernikahan yang paling besar keberkahannya ialah yang paling mudah maharnya.” (HR. Abu Dawud)

Mudah2an hal ini bisa membuka mata hati wanita muslimah dalam menuju pintu pernikahan kelak ... Aamiin ya Rabb ...

Wallahu a’lam bishshawab
@Fastabiqul Khairat

Saturday, November 12, 2011

Siapa yang mau Nikah duluan?

Majalah Muslim - Sob,....
1.Kalo ditanya "SIAPA YG MAU NIKAH DULUAN???"
apa jawaban anda ???

2.Kalo ditanya "SIAPA YG MAU SEHAT, BERKECUKUPAN DULUAN ???"
Apa jawaban anda ???

3.Kalo ditanya "SIAPA YG MAU MATI DULUAN ???"
Apa jawaban anda ???

MasBro kiy Lha ngopo (kenapa) kok pertanyaan yg awalnya membuat semangat trus diakhir kok malah MEDHENI (menakutkan) kiy lho ???

Ngene(begini) Lho Sob....
sebenarnya dari ke 3 point diatas ada 1 persamaan namun lain kondisi. Lha opo???
Persamaan dari ke 3 point diatas semua (Jodoh, Rizki,Mati) adalah rahasia & HAK Prerogratif Allah,...!!!

Trus apakah dengan itu trus pasrah bongkok an (pasrah sepasrah2nya) trus ga berusaha ??? Ga sob,... Kita ga tau hasil akhir kita 2,3 5 atau 10 thn kedepan.
Yg kita bisa ikhtiyar dari sekarang dan persiapkan rasa ikhlas di hasil akhir penentuan dari ALLAH, karena alhamdulillah ALLAH tidak hanya menilai HASIL tapi proses & cara menuju kesana.

Intinya semua butuh Persiapan, perbaikan diri agar kita PANTAS menerima yg terbaik, SEKALI LAGI INTINYA adalah KITA MEMANTASKAN DIRI untuk menerima yg terbaik, jika itupun belum terwujud itulah nilai ibadah dimana UJIAN bagi orang2 yg beriman, makanya jangan kaget kalo anda sealu dalam masalah bisa jadi itu salah satu Ujian Allah unt meningkatkan derajat hambaNYA YANG BERIMAN, atau bisa jadi akumulasi (penambahan) dari kecerobohan kita dimasa lalu yg berimbas dimasa kini, namun itupun bisa bernilai ibadah jika menyikapinya dengan memaksa belajar sabar & ikhlas,...

Mumpun ada Mobil kosong niech,...
siapa yg mau jadi penumpang pertama ????
(Niatnya bikin mobil tapi kok mirip TRUCK yach ???- hanllah anggap azza MOBIL JENAZAH yach... (rada maksa dikiit!!!))

──────▄▌▐▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▌
───▄▄██▌█ ░ MOBIL JENAZAH-Siapa yg mau Jadi penumpang Pertama ?
▄▄▄▌▐██▌█ ░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░▐
███████▌█▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▌
▀❍▀▀▀▀▀▀▀❍❍▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀❍❍▀▀ ===????

Kalo antri sembako biasanya pada ribut antri duluan,....

Tapi kalo diDitawarin jadi penumpang Mobil jenazah ???
siapa yg mau pertama kali ???

(yacchhh kalo MasBro mah,... LADIES FIRST dach,... !!!
(hehehehe,.. padune wedhi- alesan takut- karena masih banyak dosa!!!)

^___^!
Image dari temen diedit dikit...
@PANTI JOMBLO sebelum HALAL

Thursday, November 10, 2011

Muhasabah Ikhlas

Muhasabah Ikhlas
Majalah Muslim - Ikhlas bukanlah hal baru dalam kehidupan manusia karena kata kata ini sangat mudah untuk diucapkan namun pada kenyataannya bagi sebagian kita ikhlas ini lumayan berat untuk dilaksanakan.

Bersabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam : “Berbahagialah orang-orang yang (beramal dengan) ikhlas, mereka adalah lampu-lampu petunjuk yang segala fitnah yang diserupakan dengan kegelapan menjadi kelihatan jelas dari (karena) mereka” (Riwayat Abu Nu’aim Tsauban)

Begitu seringnya kata kata ini kita ucapkan, sehingga saking hafalnya, sebagian kita sering merasa telah ikhlas dalam berbuat sesuatu, padahal sejujurnya bagaimana mungkin bisa dikatakan ikhlas bila dalam berbuat, jika kita masih saja mengeluh ketika hasil perbuatan baik yang dilakukan terhadap seseorang ternyata tidak dibalas dengan kebaikan juga, atau ketika kita berbuat suatu perbuatan baik maupun amalan ibadah yang menurut kita ikhlas, namun masih saja kita sibuk memberitahukan kesetiap orang akan perbuatan amalan yang dilakukan?

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertakwa, hamba yang hatinya selalu merasa cukup dan yang suka mengasingkan diri (HR Muslim no. 2965, dari Sa’ad bin Abi Waqqash)
Mengasingkan diri berarti amalannya pun sering tidak ditampakkan pada orang lain.

Ibnul Mubarak mengatakan : “Jadilah orang yang suka mengasingkan diri (sehingga amalan mudah tersembunyi), dan janganlah suka dengan popularitas.”

Imam Asy Syafi’i mengatakan : “Sudah sepatutnya bagi seorang alim memiliki amalan rahasia yang tersembunyi, hanya Allah dan dirinya saja yang mengetahuinya. Karena segala sesuatu yang ditampakkan di hadapan manusia akan sedikit sekali manfaatnya di akhirat kelak (Lihat Ta’thirul Anfas min Haditsil Ikhlas, Sayyid bin Husain Al ‘Afaniy,hal. 230-232,Darul ‘Afani, cetakan pertama, 1421 H)

Amalan yang tiada keikhlasan akan menjadi sia sia ketika tidak dilakukan karena Allah semata, karena Allah akan menseleksi setiap amal itu dari niatnya dan keikhlasannya. Jaminan yang Allah sediakan bagi mereka yang ikhlas dalam beramal bisa ditemukan dalam kisah perjalanan Yusuf as ketika beliau berhadapan dengan seorang wanita yang mengajaknya melakukan kemaksiatan. Dalam hal ini Allah akan senantiasa memelihara hambaNya yang mukhlis dari perbuatan keji dan maksiat.

Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih. (QS yusuf 12 : 24)

Ayat ini tidaklah menunjukkan bahwa Nabi Yusuf a.s. punya keinginan yang buruk terhadap wanita itu (Zulaikha), akan tetapi godaan itu demikian besanya sehingga andaikata dia tidak dikuatkan dengan keimanan kepada Allah subhanahu wata’ala tentu dia jatuh ke dalam kemaksiatan.

Orang yang mukhlis juga mendapat jaminan akan terhindar dari godaan dan bujuk rayu syetan. Syetan sendiri mengakui ketidakberdayaan dan kelemahan mereka dihadapan orang-orang yang beramal dengan ikhlas.

Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka." (QS Al-Hijr 15 : 39-40)

Yang dimaksud dengan mukhlis ialah orang-orang yang telah diberi taufiq untuk mentaati segala petunjuk dan perintah Allah subhanahu wata’ala.

Wallahu a’lam bishshawab …
@Fastabiqul Khairat

Cara memanfaatkan waktu yang tersisa

Jam Pasir
Majalah Muslim - Setiap helaan nafas yang kita lakukan merupakan waktu hidup yang telah diberikan Allah subhanahu wata’ala terhadap setiap manusia didunia ini, agar dapat memanfaatkannya untuk kembali kepada Nya.

Sebagian kita menyadari bahwa dunia merupakan persinggahan sementara yang hanya dimiliki oleh masing masing insan selama umur diberikan Allah dengan batasan yang hanya Allah aza wa jalla saja yang mengetahui akhirnya, sehingga menyadari bahwa merupakan kebodohanlah jika menyia nyiakan waktu hidup yang hanya datang sekali. Sementara sebagian lain justru memanfaatkan hidup yang sekali ini demi kesenangan duniawi mereka.

Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka). (QS Al Hijr 15 : 3)

‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata : “Dunia berjalan meninggalkan manusia sedangkan akhirat berjalan menjemput manusia, dan masing-masing memiliki generasi. Maka jadilah kalian generasi akhirat dan janganlah kalian menjadi generasi dunia. Karena hari ini (di dunia) yang ada hanyalah amal dan belum dihisab sedangkan besok (di akhirat) yang ada adalah hisab dan tidak ada lagi amal.”

Sebagai ummat muslim, kita diberikan pedoman sebagai pegangan hidup didunia ini agar tidak menimbulkan penyesalan diakhirat nanti. Sebagaimana yang telah sering diperingatkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bahwa waktu yang ada sebaiknya dimanfaatkan demi kehidupan dunia akhirat, karena penyesalan diakhirat nanti tidak akan ada gunanya lagi, karena waktu takkan pernah kembali untuk manusia memperbaiki semua kesalahan selama hidup, disaat Allah telah mengambil ruh yang pernah dipinjamkan Nya kepada masing masing insan.

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata : “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat garis-garis lalu bersabda : “Ini adalah manusia, ini angan-angannya dan ini adalah ajalnya. Maka tatkala manusia berjalan menuju angan-angannya tiba-tiba sampailah dia ke garis yang lebih dekat dengannya (daripada angan-angannya).” Yakni ajalnya yang melingkupinya. (HR. Al-Bukhariy no.6418)

Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu pernah berkata : “Apabila engkau berada di sore hari, maka janganlah menunggu hingga pagi hari, dan apabila engkau berada di pagi hari maka janganlah menunggu hingga sore hari”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Ada dua nikmat yang kebanyakan manusia tertipu pada keduanya (yaitu) : nikmat sehat dan waktu luang.” (HR. Al-Bukhariy dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma)

Sebelum Allah menciptakan segala sesuatunya maka Allah menciptakan Qalam dan Qalam inilah yang menuliskan segala sesuatu yang akan terjadi di dunia yang Allah (melalui Qalam) menuliskan dalam kitab Lauh Mahfudz.

Sebuah daun yang jatuh, jumlah pasir di bumi, tetesan hujan, hingga bergesernya sebuah batu didasar laut sekalipun atas izin dan kehendak Allah, bahkan diamnya dari sebuah mahluk sekalipun atas izin dan kehendak Allah.

Rasulullah pun melarang kita untuk pasrah pada keadaan sebagaimana hadits dari Ali bin Abi Thalib bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Tak seorangpun dari kamu kecuali telah tertulis tempatnya di syurga atau tempatnya di neraka" Kemudian (sahabat) bertanya : "Ya Rasulullah, apakah kita tidak menyerah saja" (Dalam suatu riwayat disebutkan "Apakah kita tidak menyerah saja pada catatan kita dan meninggalkan amal)". Beliau menjawab : "Jangan, beramallah, setiap orang dipermudah (menuju takdirnya)". (Dalam suatu riwayat disebutkan : "Beramallah, karena setiap orang dipermudah menuju sesuatu yang telah diciptakan untuknya"). Orang yang termasuk ahli kebahagian, maka dia dipermudah menuju perbuatan ahli kebahagiaan. Adapun orang yang termasuk ahli celaka, maka dia dipermudah menuju perbuatan ahli celaka". Kemudian beliau membaca ayat : "Adapun orang yang memberi dan bertaqwa dan membenarkan kebaikan, maka Aku akan mempermudahnya menuju kemudahan. Adapun orang yang bakhil dan menumpuk kekayaan dan mebohongkan kebaikan, maka Aku akan mempermudahnya menuju kesulitan". (HR Bukhari)

Wallahu a’lam bishshawab
@Fastabiqul Khairat

Kita bahagia untuk apa?



Majalah Muslim - Tujuan utama setiap insane hidup didunia ini adalah untuk mencari kebahagiaan, baik yang kaya materi maupun yang tidak. Meskipun kebanyakan manusia meng identikkan kebahagiaan itu dengan banyaknya harta yang dimiliki, namun sebenarnya banyak juga kita lihat orang kaya yang hidup tidak tenang dan merasa kesusahan, sementara ada juga orang yang kurang mampu, menikmati hidupnya dengan penuh kebahagiaan.

Nilai relatif dari kebahagiaan inilah yang harus membuat manusia hati hati dalam menyikapi hidup. Karena tidak jelasnya tolok ukur dalam menentukan nilai kebahagiaan yang sesungguhnya, mengakibatkan nilai dari kebahagiaan itu amat susah untuk ditentukan.

Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan (QS Al Kahfi 18 : 46)

Begitu absurdnya cara menentukan letak kebahagiaan itu membuat sebagian manusia berambisi untuk memenuhi dirinya dengan nafsu, hanya demi mencapai kebahagiaan yang diinginkannya. Sehingga mereka kadang menggunakan jalan-jalan yang terlarang, bahkan mereka berani melakukan tindak kejahatan ...

Namun apa yang mereka lakukan itu ternyata tidak pernah menemukan kepuasan dan kebahagiaan, kalaupun sepintas ia merasa menemukannya tetapi itu hanyalah semu dan sesaat kemudian sirna kembali, tidak langgeng dan mendalam sampai ke lubuk hati. Bahkan semakin ia kejar kepuasan tersebut akan terasa semakin banyak pula kepuasan yang belum ia raih. Ia seperti mengejar bayang-bayang yang tak pernah kesampaian.

Untuk itu Islam senantiasa memberi peringatan kepada kita agar tidak menjadikan nafsu sebagai ukuran dalam menentukan kebahagiaan hidup. Bahkan kita harus waspada terhadap nafsu, karena nafsu selalu cenderung menggiring kita untuk melakukan perbuatan yang buruk. Nafsu memang ada manfaatnya bagi kita bilamana dikendalikan dengan baik, antara lain bisa memberi semangat kerja serta semangat untuk beramal yang positif. Tetapi bila tak terkendali maka nafsu itu akan menyeret kita kepada perbuatan yang buruk.

Karena itu hendaklah kita kendalikan nafsu dengan baik, kita bimbing dengan Al Qur’an dan Sunnah Rasul, serta senantiasa kita waspadai bahaya laten nafsu yang tak mungkin bisa kita hilangkan itu. Insya Allah dengan demikian kepuasan dan kebahagiaan hidup yang hakiki dapat kita peroleh.

Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang (QS Yusuf 12 : 53)

Sebenarnya yang paling sering menjadikan gagalnya seseorang dalam mencapai kebahagiaan ialah karena tidak punya pegangan hidup atau salah dalam memilih pegangan hidup. Hal ini menyebabkan ia terjebak ke dalam perjalanan hidup yang tak tentu arahnya dan akibatnya dia hanya mengejar kebahagiaan yang semu (fatamorgana). Akhirnya secara tak sadar ia akan terjerumus ke lembah kesengsaraan yang abadi.

Karena itu hendaklah dalam hidup ini kita mempunyai pegangan hidup yang jelas dan benar, serta senantiasa memperkokoh pegangan hidup tersebut jangan sampai terguncang oleh godaan-godaan yang ada di dunia ini. Allah subhanahu wata’ala telah mengajarkan kepada kita untuk selalu berpegang pada pedoman Al Qur’an dan Sunnah RasulNya.

Al Qur’an adalah Hudallinnas (petunjuk buat sekalian manusia) yang di dalamnya berisi pokok-pokok ajaran tentang berbagai bidang kehidupan. Ajaran filsafat, hukum, ekonomi, sosial bahkan politik dan teknologi.

Sedangkan Sunnah Rasulullah adalah penjelasan dari pokok-pokok ajaran tersebut agar kita dapat secara praktis mengikutinya.

Siapa yang berpegangan pada keduanya di jamin akan mendapat kebahagiaan hidup yang sejati dan abadi dan tidak akan sesat selama-lamanya.

Bagaimanakah kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu? Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus (QS Ali Imran 3 : 101)

Wallahu a’lam bishshawab …
@Fastabiqul Khairat

Wednesday, November 9, 2011

Tanda Kiamat di Masjidil Haram

Tanda Kiamat di Masjidil Haram
Majalah Muslim - Masjidil Haram tidak asing buat kita. Di sanalah lembah peradaban Islam bersinar ke seluruh bumi Allah ini. Lembah terjaga yang insya Allah akan terjamin keamanannya hingga akhir zaman. Di sana ada Baitullah yang menjadi kiblat umat Islam sejagat, ke arah lembah inilah setiap saat wajah wajah mukminin mukminat terarah, menghadapkan wajahnya kepada simbol rumah Allah, Baitullah.

Lembah ini tak pernah sepi dikunjungi jutaan manusia dari berbagai penjuru dunia, tak heran, banyak yang ketagihan dan merasakan rindu yang mendalam ketika sudah merengkuh nikmatnya shalat di Masjidil Haram tepat di hadapan Baitullah.

Namun ada yang berbeda, di Masjidil Haram saat ini. Mungkin kebanyakan orang biasa biasa saja melihat banyak perubahan di sekitar Masjidil Haram. Mungkin juga mereka tersenyum terkagum-kagum melihat gedung-gedung mewah yang berdiri kokoh di samping Masjidil Haram saat ini.

Menurut beberapa sumber, gedung yang dibangun di halaman Masjidil Haram diatas dikenal dengan sebutan “Mecca Royal Clock Hotel Tower” yang direncanakan berketinggian lebih dari 601 meter!

Perhatikan gedung yang dibangun di pinggir Al Haram ini lebarnya luar biasa. Bandingkan saja dengan gedung lain, Albraj Albait atau The Royal Clock Tower Meca ini memiliki luas 1,500,000 (1 juta) meter persegi. Antum bisa bayangkan berapa banyak bangunan di sana yang digusur dan berapa lahan bukit sebelah Masjid Al Haram yang dibongkar?

Kita semua pasti ingin menangis, melihat bumi Allah dirusak dengan mesin-mesin raksasa itu. Debu-debu beterbangan di sekitar Masjid Haram. Masya Allah. Informasi juga dari aktifitas yang ana lihat, mungkin bukit di sekeliling masjid di lembah itu akan diratakan.

Jika sudah rata, bukankah lembah suci yang terjaga sejak zaman Nabiyullah Ibrahim as. itu tidak ada lagi dan berubah menjadi taman kota dengan gedung pencakar langit?

Siapa penghuni apartemen mewah itu nanti? Siapa? Akankah ini dijadikan lahan bisnis atau kepentingan politik. ALLAHUAKBAR!

Pada suatu hari kami (Umar Ra dan para sahabat Ra) duduk-duduk bersama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Lalu muncul di hadapan kami seorang yang berpakaian putih. Rambutnya hitam sekali dan tidak tampak tanda-tanda perjalanan. Tidak seorangpun dari kami yang mengenalnya. Dia langsung duduk menghadap Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Kedua kakinya menghimpit kedua kaki Rasulullah, dan kedua telapak tangannya diletakkan di atas paha Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, seraya berkata : "Ya Muhammad, beritahu aku tentang Islam." Lalu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab : "Islam ialah bersyahadat bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah dan Muhammad Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan mengerjakan haji apabila mampu." Kemudian dia bertanya lagi : "Kini beritahu aku tentang iman." Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab : "Beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir dan beriman kepada Qadar baik dan buruknya." Orang itu lantas berkata : "Benar. Kini beritahu aku tentang ihsan." Rasulullah berkata : "Beribadah kepada Allah seolah-olah anda melihat-Nya walaupun anda tidak melihat-Nya, karena sesungguhnya Allah melihat anda." Dia bertanya lagi : "Beritahu aku tentang Assa'ah (azab kiamat)." Rasulullah menjawab : "Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya." Kemudian dia bertanya lagi : "Beritahu aku tentang tanda-tandanya." Rasulullah menjawab : "Seorang budak wanita melahirkan nyonya besarnya. Orang-orang tanpa sandal, setengah telanjang, melarat dan penggembala unta masing-masing berlomba membangun gedung-gedung bertingkat." Kemudian orang itu pergi menghilang dari pandangan mata. Lalu Rasulullah Saw bertanya kepada Umar : "Hai Umar, tahukah kamu siapa orang yang bertanya tadi?" Lalu aku (Umar) menjawab, "Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui." Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam lantas berkata : "Itulah Jibril datang untuk mengajarkan agama kepada kalian." (HR. Muslim)

"BERLOMBA LOMBA MEMBANGUN GEDUNG BERTINGKAT" itulah salah satu tanda-tanda kiamat yang dikatakan Rasulillah Muhammad Salallahu alaihi wassalam dalam Hadits tersebut.

Rasul Shalallahu ’alaihi wassalam mengabarkan kepada sahabat bahwa nanti sebelum kiamat terjadi, manusia akan berlomba-lomba membangun gedung bertingkat tingkat. Mungkin saat Itu para sahabat kebingungan karena saat itu Saudi Arabia adalah gurun tandus dan memang belum ada kota kota gemerlap seperti saat ini?

Dan saat ini. Naudzubillahimindzalik, gedung-gedung angkuh itu telah mendesak pekarangan Masjidil Haram. Dan bukit bukit di sekitar lembah di mana Nabi Ibrahim as. dan putranya mendirikan tonggak-tonggak Baitullah itu sekarang dihancurkan dan diganti dengan gedung-gedung komersial serakah.

Subhanallah .. semoga Allah mematikan kita semuanya dengan husnul khatimah dalam keadaan beriman ... Aamiin ya Rabb

Wallahu a'lam bishshawab ...
@Fastabiqul Khairat

Sunday, November 6, 2011

30 Kesalahan yang sering terjadi saat sholat

Majalah Muslim - "Sesungguhnya yang petama kali akan dihisab atas seorang hamba pada hari kiamat adalah perkara shalat. Jika Shalatnya baik, maka baik pula seluruh amalan ibadah lainnya, kemudian semua amalannya akan dihitung atas hal itu."(HR. An Nasa'I : 463)

Banyak orang yang lalai dalam shalat, tanpa sengaja melakukan kesalahan-kesalahan yang tidak diketahuinya, yang mungkin bisa memubat amalan shalatnya tidak sempurna.kami akan paparkan kesalahan yang sering terjadi dalam shalat.

1. Menunda–nunda Shalat dari waktu yang telah ditetapkan. Hal ini merupakan pelanggaran berdasarkan firman Allah, "Sesungguhnya shalat suatu kewajiban yang telah ditetepkan waktunya bagi orang-orang beriman". (QS. An-Nisa : 103)

2. Tidak shalat berjamah di masjid bagi laki-laki. Rasullah bersabda, "Barang siapa yang mendengar panggilan (azan) kemudina tidak menjawabnya (dengan mendatangi shalat berjamaah), kecuali uzur yang dibenarkan". (HR. Ibnu Majah Shahih) Dalam hadits bukhari dan Muslim disebutkan. "Lalu aku bangkit (setelah shalat dimulai) dan pergi menuju orang-orang yang tidak menghadiri shalat berjamaah, kemudian aku akan membakar rumah-rumah mereka hingga rata dengan tanah."

3. Tidak tuma'minah dalam shalat. Makna tuma'minah adalah, seseorang yang melakukan shalat, diam (tenang) dalam ruku'.i'tidal,sujud dan duduk diantara dua sujud. Dia harus ada pada posisitersebut, dimana setiap ruas-ruas tulang ditempatkan pada tempatnya yang sesuai. Tiak boleh terburu-buru di antara dua gerakan dalam shalat, sampai dia seleasi tuma'ninah dalam posisi tertentu sesuai waktunya. Nabi bersabda kepada seseorang yang tergegesa dalam shalatnya tanpa memperlihatkan tuma;minah dengan benar, "Ulangi shalatmu, sebab kamu belum melakukan shalat."

4. Tidak khusu' dalam shalat, dan melakukan gerakan-gerakan yang berlebihan di dalamnya. Rasulallah bersabda, "Sesungguhnya, seseorang beranjak setelah megnerjakan shalatnya dan tidak ditetapkan pahala untuknya kecuali hanya sepersepuluh untuk shalatnya, sepersembilan, seperdelapan, seperenam, seperlima, seperempat, sepertiga atau setangah darinya. " (HR. Abu Dawud, Shahih) mereka tidak mendapat pahala shlatnya dengan sempurna disebabkan tidak adanya kekhusyu'an dalam hati atau melakukan gerakan-gerakan yang melalaikan dalam shalat.

5. Sengaja mendahului gerakan iman atau tidak mengikuti gerakan-gerakannya. Perbuatan ini dapat membatalkan shalat atau rakaat-rakaat. Merupakan suatu kewajiban bagi mukmin untuk mengikuti imam secara keseluruhan tanpa mendahuluinya atau melambat-lambatkan sesudahnya pada setiap rakaat shalat. Rasulallah bersabda, "Sesungguhnya dijadikan imam itu untuk diikuti keseluruhannya. Jika ia bertakbir maka bertakbirlah, dan jangan bertakbir sampai imam bertakbir, dan jika dia ruku' maka ruku'lah dan jangan ruku' sampai imam ruku' ". (HR. Bukhari)

6. Berdiri untuk melngkapi rakaat yang tertinggal sebelum imam menyelesaikan tasyahud akhir dengan mengucap salam ke kiri dan kekanan. Rasulallah bersabda, "Jangan mendahuluiku dalam ruku', sujud dan jangan pergi dari shalat (Al-Insiraf)". Para ulama berpedapat bahwa Al-Insiraf, ada pada tasyahud akhir. Seseorang yang mendahului imam harus tetap pada tempatnya sampai imam menyelesaikan shalatnya (sempurna salamnya). Baru setalah itu dia berdiri dan melengkapi rakaat yang tertinggal.

7. Melafadzkan niat. Tidak ada keterangan dari nabi maupun dari para sahabat bahwa meraka pernah melafadzkan niat shalat. Ibnul Qayyim rmh menyatakan dalam Zadul-Ma'ad "Ketika Nabi berdiri untuk shalat beliau mengucapkan "Allahu Akbar", dan tidak berkata apapun selain itu. Beliau juga tidak melafalkan niatnya dengan keras.

8. Membaca Al-Qur'an dalam ruku' atau selama sujud. Hal ini dilarang, berdasarkan sebuah riwayat dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi bersabda, "saya telah dilarang untuk membaca Al-Qur'an selama ruku' atau dalam sujud." (HR. Muslim)

9. Memandang keatas selama shalat atau melihat ke kiri dan ke kanan tanpa alasan tertentu. Rasulallah bersabda, "Cegalah orang-orang itu untuk mengangkat pandangan keatas atau biarkan pandangan mereka tidak kembali lagi". (HR. Muslim)

10. Melihat ke sekeliling tanpa ada keperluan apapun.Diriwayatkan dari Aisyah, bahwa ia berkata, "Aku berkata kepada Rasulallah tentang melihat ke sekeliling dalam shalat Beliau menjawab, "Itu adalah curian yang sengaja dibisikan setan pada umat dalam shalatnya". (HR. Bukhari)

11. Seorang wanita yang tidak menutupi kepala dan kakinya dalam shalat. Sabda Rasulallah, "Allah tidak menerima shalat wania yang sudah mencapai usia-haid, kecuali jiak dia memakai jilbab (khimar)". (HR. Ahmad)

12. Berjalan di depan orang yang shalat baik orang yang dilewati di hadapanya itu sebagai imam, maupun sedang shalat sendirian dan melangka (melewati) di antara orang selama khutbah shalat Jum'at. Rasulallah bersabda, "Jika orang yang melintas didepan orang yang sedang shalat mengetahui betapa beratnya dosa baginya melakukan hal itu, maka akan lebih baik baginya untuk menunggu dalam hitungan 40 tahun dari pada berjalan didepan orang shalat itu". (HR. Bukhari dan Muslim). Adapun lewat diantara shaf orang yang sedang shalat berjamaah, maka hal itu diperbolehkan menurut jumhur bedasarkan hadits Ibnu Abbas : "Saya datang dengan naik keledai, sedang saya pada waktu itu mendekati baligh. Rasulallah sedang shalat bersama orang –orang Mina menghadap kedinding. Maka saya lewat didepan sebagian shaf, lalu turun dan saya biarkan keledai saya, maka saya masuk kedalam shaf dan tidak ada seorangpun yang mengingkari perbuatan saya". (HR. Al-Jamaah). Ibnu Abdil Barr berkata, "Hadits Ibnu Abbas ini menjadi pengkhususan dari hadits Abu Sa'id yang berbunyi "Jika salah seorang dari kalian shalat, jangan biarkan seseorangpun lewat didepannya". (Fathul Bari: 1/572)

13. Tidak mengikuti imam (pada posisi yang sama) ketika datang terlambat baik ketika imam sedang duduk atau sujud. Sikap yang dibenarkan bagi seseorang yang memasuki masjid adalah segera mengikuti imam pada posisi bagaimanapun, baik dia sedang sujud atau yang lainnya.

14. Seseorang bermain dengan pakaian atau jam atau yang lainnya. Hal ini mengurangi kekhusyu'an. Rasulallah melarang mengusap krikil selama shalat, karna dapat merusak kekhusyu'an, Beliau bersabda, "Jika salah seorang dari kalian sedang shalat, cegahlah ia untuk tidak menghapus krikil sehingga ampunan datang padanya". (Hadits Shahih Riwayat Ahmad)

15. Menutup mata tanpa alasan. Hal ini makruh sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, "Menutup mata buka dari sunnah rasul". Yang terbaik adalah, jika membuka mata tidak merusak kekhusyu'an shalat, maka lebih baik melakukannya. Namun jika hiasan, ornament dsn sebagainya disekitar orang yang shalat atau antara dirinya dengan kiblat mengganggu konsentrasinya, maka dipoerbolehkan menutup mata. Namun demikian pernyataan untuk melakukan hal itu dianjurkan (mustahab) pada kasus ini. Wallahu A'lam.

16. Makan atau minum atau tertawa. "Para ulama berkesimpulan orang yang shalat dilarang makan dan minum. Juga ada kesepakatan diantara mereka bahwa jika seseorang melakukannya dengan sengaja maka ia harus mengulang shalatnya.

17. Mengeraskan suara hingga mengganggu orang-orang di sekitarnya. Ibnu Taimuiyah menyatakan, "Siapapun yang membaca Al-Qur'an dan orang lain sedang shlat sunnah, maka tidak dibenarkan baginya untuk membacanya dengan suara keras karean akan mengganggu mereka. Sebab, Nabi pernah meninggalkan sahabat-sahabatnya ketika merika shalat ashar dan Beliau bersabda, "Hai manusia setip kalian mencari pertolongan dari Robb kalian. Namun demikian, jangan berlebihan satu sama lain dengan bacaan kalian".

18. Menyela di antara orang yang sedang shalat. Perbuatan ini teralarang, karena akan mengganggu. Orang yang hendak menunaikan shalat hendaknya shalat pada tempat yang ada. Namun jika ia melihat celah yang memungkinkan baginya untuk melintas dan tidak mengganggu, maka hal ini di perbolehkan. Larangan ini lebih ditekankan pada jama'ah shalat Jum'at, hal ini betul-betul dilarang. Nabi bersabda tentang merka yang melintasi batas shalat, "Duduklah! Kamu mengganggu dan terlambat datang".

19. Tidak meluruskan shaf. Nabi bersabda, "Luruskan shafmu, sesungguhnya meluruskan shaf adalah bagian dari mendirikan shalat yang benar" (HR. Bukhari dan Muslim).

20. Mengangkat kaki dalam sujud. Hal ini bertentangan dengan ynag diperintahkan sebagaimana diriwayatkan dalam dua hadits shahih dari Ibnu Abbas, "Nabi telah memerintah bersujud dengan tujuh anggota tubuh dan tidak mengangkat rambur atau dahi (termasuk hidung), dua telapak tangan, dua lutut, dan dua telapak kaki." Jadi seseorang yang shalat (dalam sujud), harus dengan dua telapak kaki menyentuk lantai dan menggerakan jari-jari kaki menghadao kiblat. Tiap bagian kaki haris menyentuk lantai. Jika diangkat salah satu dari kakinya, sujudnya tidak benar. Sepanjang dia lakukanutu dalam sujud.

21. Meletakkan tangan kiri dia atas tangan kanan dan memposisikannya di leher. Hal ini berlawanan dengan sunnah karena Nabi meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri dan meletakkan keduanya di dada beliau. Ini hadits hasan dari beberapa sumber yang lemah di dalamya. Tapi dalam hubungannya saling menguatkan di antara satu dengan lainnya.

22. Tidak berhati-hati untuk melakukan sujud dengan tujuh angota tubuh (seperti dengan hidung, kedua telapak tangan, kedua lutuk dan jari-jari kedua telapak kaki). Rasulallah bersabda, "Jika seorang hamba sujud, maka tujuh anggota tubuh harus ikut sujud bersamanya: wajah, kedu telapak tangan kedua lutut dan kedua kaki". (HR. Muslim)

23. Menyembunyikan persendian tulang dalam shalat. Ini adala perbuatan yang tidak dibenarkan dalam shalat. Hal ini didasarkan pad sebuah hadits dengan sanad yang baik dari Shu'bah budak Ibnu Abbas yang berkata, "Aku shalat di samping Ibnu Abbas dan aku menyembunyikan persedianku." Selesai shalat di berkata, "Sesungguhnya kamu kehilangan ibumu!, karena menyembunyikan persendian ketika kamu shalat!".

24. Membunyikan dan mepermainkan antar jari-jari (tasbik) selama dan sebelum shalat. Rasulallah, "Jika salah seorang dari kalian wudhu dan pergi kemasjid untuk shalat, cegahlah dia memainkan tangannya karena (waktu itu) ia sudah termasuk waktu shalat." (HR. Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi)

25. Menjadikan seseorang sebagai imam, padahal tidak pantas, dan ada orang lain yang lebih berhak. Merupakan hal yang penting, bahwa seorang imam harus memiliki pemahaman tentang agama dan mampu membaca Al-Qur'an dengan benar. Sebagaimana sabda Nabi "Imam bagi manusia adalah yang paling baik membaca Al-Qur'an" (HR. Muslim)

26. Wanita masuk ke masjid dengan mempercantik diri atau memakai harum-haruman. Nabi bersabda, "Jangan biarkan perempuan yang berbau harum menghadiri shalat isya bersama kita." (HR. Muslim)

27. Shalat dengan pakaian yang bergambar, apalagi gambar makhluk bernyawa. Termasuk pakaian yang terdapat tulisan atau sesuatu yang bisa merusak konsentrasi orang yang shalat di belakangnya.

28. Shalat dengan sarung, gamis dan celana musbil melebihi mata kaki). Banyak hadits rasulallah yang meyebutkan larangan berbuat isbal diantaranya : A. Rasulallah bersabda : sesungguhnya allah tidak menerima shalat seseorang lelaki yang memakain sarung dengan cara musbil." (HR. Abu Dawud (1/172 no. 638); B. Rasulallah bersabda : Allah tidak (akan) melihat shalat seseorang yang mengeluarkan sarungnya sampai kebawah (musbil) dengan perasaan sombong." (Shahih Ibnu Khuzaimah 1/382); C. Rasulallah bersabda : "Sarung yang melebihi kedua mata kaki, maka pelakunya di dalam neraka." (HR.Bukhari : 5887)

29. Shalat di atas pemakaman atau menghadapnya. Rasulallah bersabda, "Jangan kalian menjadikan kuburan sebagai masjid. Karena sesungguhnya aku telah melarang kalian melakukan hal itu." (HR. Muslim : 532)

30. Shalat tidak menghadap ke arah sutrah (pembatas). Nabi melarang perbuatan tersebut seraya bersabda : "Apabila salah seorang diantara kalian shalat menghadap sutrah, hendaklah ia mendekati sutahnya sehingga setan tidak dapat memutus shalatnya. (Shahih Al-Jami' : 650) Inilah contoh perbuatan beliau "Apabila beliau shalat di tempat terbuka yang tidak ada seorangpun yang menutupinya, maka beliau menamcapkan tombak di depannya, lalu shalat menghadap tombak tersebut, sedang para sahabat bermakmum di belakangnya. Beliau tidak membiarkan ada sesuatu yang lewat di antara dirinya dan sutrah tresebut." Shifat Shalat Nabi karya Al-Albani (hal : 55)
Dirangkum dari "40 Kesalahan Shalat oleh Syaikh Muhammad Jibrin & Al Qaulu Mubin fi Akhthail Mushallin, Syaikh Mansyhur Hasan Salman. Dan Diterbikan Oleh Al-Amin Publising
Sumber : http://www.facebook.com/note.php?note_id=475355492181
Tambahan :

F. ADAB BAGI JAMA’AH YANG DATANG TERLAMBAT

Berjalan dengan tergesa-gesa menuju Masjid adalah perbuatan yang dilarang Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.

# Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Apabila shalat telah dimulai, maka jangan kamu mendatanginya dengan tergesa-gesa. Namun datangilah dengan berjalan, dan kamu harus tenang. Lalu, apa pun yang kalian dapatkan (bersama imam), maka shalatlah. Dan apa yang kalian tertinggal, maka sempurnakanlah.” (HR. Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu Dawud dan Ibnu Majah)

# Dalam riwayat lain, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Apabila telah datang penggilan shalat, maka datangilah dengan berjalan kaki, dan jagalah ketenangan. Apa yang kamu dapatkan, maka shalatlah. Dan raka’at yang tertinggal olehmu, sempurnakanlah.‘ (HR. Muslim)

# Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Apabila telah didirikan shalat, jangan kalian datangi dengan tergesa-gesa. Namun datangilah dengan berjalan biasa saja, dan jagalah ketenangan, raka’at yang kalian dapati bersama imam kerjakanlah. Dan yang kurang, sempurnakanlah. Karena sesungguhnya jika seorang di antara kalian hendak shalat, maka ia sudah berada dalam shalat.“‘ (HR. Muslim)

# Dalam riwayat lain, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
“Apabila iqamat telah dikumandangkan, janganlah kamu tergesa-gesa mengejar shalat. Akan tetapi, hendaknya kamu berjalan saja dengan menjaga ketenangan dan kenyamanan. Shalatlah seperti apa yang kamu dapati dan lengkapi raka’at yang tertinggal.” (HR. Muslim)

# Abu Qatadah radhiyallahu anhu mengisahkan; Ketika kami sedang shalat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami mendengar suara langkah-langkah keras dan hiruk pikuk. Lalu, selepas shalat Rasulullah bertanya,
“Apa yang kalian lakukan tadi?” Para sahabat menjawab, “Kami tergesa-gesa mengejar shalat.” Rasul bersabda, “Jangan kalian lakukan hal itu. Apabila kalian akan mendatangi shalat berjama’ah, maka datangilah dengan tenang. Apa pun yang kamu dapati dari imam, kerjakanlah. Dan apa yang tertinggal, sempurnakan.” (HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad)

Menurut Imam An-Nawawi, makna sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tersebut adalah: jika seseorang hendak shalat berjama’ah, maka ia sesungguhnya sudah berada dalam shalat, sehingga dianjurkan dengan tegas agar kaum muslimin yang memenuhi panggilan shalat untuk bersikap tenang dan penuh wibawa. Hadits ini juga melarang tergesa-gesa saat mendatangi shalat baik shalat Jum’at atau lima waktu lainnya, meskipun ia khawatir ketinggalan takbiratul ihram.

Menurut para ulama, “Hikmah yang terkandung dalam ketenangan ketika memenuhi panggilan shalat dan larangan tergesa-gesa mengejar shalat adalah, bahwa orang yang sengaja berangkat ke masjid untuk menegakkan shalat, hendaknya bertindak sopan, menjaga etika dan dengan kondisi sesempurna mungkin.”

Disebutkannya kata “iqamat” dalam sabda Rasul, “Jika iqamat telah dikumandangkan,” adalah untuk mengingatkan fungsi iqamat. Sebab, jika Nabi melarang tergesa-gesa mengejar iqamat karena khawatir tertinggal, mengindikasikan bahwa datang sebelum iqamat adalah lebih utama.

Catatan:
Pertama; Jika seseorang berniat melaksanakan shalat berjama’ah di masjid, tetapi ia mendapati jama’ah shalat telah selesai, maka ia tetap memperoleh pahala sama dengan pahala yang melakukan shalat jama’ah. Asalkan, keterlambatannya bukan disebabkan menunda-nunda atau memperlambat diri.

Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

# “Barangsiapa yang berwudhu dan menyempurnakan wudhunya, kemudian ia berangkat ke masjid dan mendapati orang-orang telah selesai dari shalatnya, maka Allah memberinya pahala seperti pahala orang yang datang ke masjid lebih dulu dan berjama’ah, tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun.” (HR. Abu Dawud, An-Nasa’i dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, hadits shahih)

Imam As-Suyuthi dalam Hasyiyah Sunan An-Nasa’i mengatakan, “Hakekat keutamaan berjama’ah tergantung dari kesungguhan usaha seseorang untuk menunaikannya, tanpa memperlambat diri atau ditunda-tunda. Jika demikian, ia tetap mendapatkan pahala berjama’ah, terlepas apakah sempat bergabung dengan jama’ah atau tidak. Maka, siapa saja yang mendapati jama’ah shalat tengah tasyahud, pahalanya sama seperti jama’ah yang shalat dari raka’at pertama. Adapun urusan pahala atau keutamaan tidaklah diketahui dengan ijtihad. Jadi, sepatutnyalah kita tidak mempedulikan pendapat-pendapat yangbertentangan dengan hadits di atas.”

Kedua; Sebagian orang ada yang ketika masuk masjid dan mendapatkan jama’ah sudah berada pada raka’at terakhir, mereka lantas hanya menunggu sampai jama’ah tersebut selesai melaksanakan shalatnya. Mereka tidak langsung bergabung dalam jama’ah, dengan alasan ingin membuat jama’ah baru lagi. Ini adalah sikap keliru. Seharusnya dalam kondisi demikian, ia bergabung dengan jama’ah shalat lalu melengkapi shalatnya setelah imam memberi salam.

Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

# “Apabila kalian datang untuk shalat jama’ah dan mendapati kami sedang sujud, maka sujudlah, dan jangan hitung itu satu raka’at. Dan barangsiapa yang mendapati satu raka’at, maka ia mendapatkan shalat.” (HR. Abu Dawud dan Al-Hakim)

# Ali bin Abi Thalib dan Muadz bin Jabal meriwayatkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Jika di antara kalian mendatangi masjid dan menemukan imam dalam kondisi tertentu, maka lakukan seperti gerakan yang sedang dilakukan oleh imam.” (HR. At-Tirmidzi)

Imam Asy-Syaukani mengatakan, bahwa sabda Nabi, “Maka kerjakanlah seperti gerakan yang dilakukan imam,” adalah petunjuk bagi makmum yang datang terlambat untuk segera bergabung dengan jama’ah, gerakan apa pun yang sedang dilakukan imam tanpa terkecuali, baik ketika sedang ruku’, sujud, ataupun duduk. Hal ini berdasarkan keumuman sabda beliau, “Walaupun imam dalam kondisi bagaimanapun.”

Sedangkan maksud dari sabda Rasul “Barangsiapa yang mendapati satu raka’at, maka ia mendapatkan shalat,” adalah barangsiapa yang mendapati imam sedang ruku’ lalu ia mengikutinya, sebelum imam mengangkat kepalanya, maka ia dianggap telah mendapatkan shalat satu raka’at.

# Siapa yang masih sempat ruku’ bersama imam dalam shalat, maka dia mendapatkan shalat itu (HR. Bukhari dan Muslim).

Sumber: http://eidariesky.wordpress.com/2010/06/25/adab-bagi-jamaah-yang-datang-terlambat/

Wallahu a'lam

CMIIW [Correct Me If I'm Wrong]
@Mohamad Hasan Al Banna

Saturday, November 5, 2011

Layakkah wanita Muslimah berkarir … ?


Zaman sekarang dimana tuntutan hidup kian meningkat, membuat masing masing insan berusaha keras meningkatkan kualitas dan kemampuan diri agar layak dan mampu menghadapi kerasnya dunia ini dalam melayari bahtera kehidupan.

Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. (QS Huud 11 : 15)

Langkah pertama manusia dalam menghadapi persaingan didunia ini adalah persiapan diri melalui pendidikan formal yaitu melalui bangku sekolah, dimulai dari yang terendah sampai ke pendidikan yang tertinggi. Dan Islam sebagai agama terakhir yang telah diberikan Allah sebagai rahmat buat seluruh makhluk melalui Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, sangat mengutamakan kewajiban belajar untuk memperoleh ilmu yang bermanfaat bagi ummatnya, baik laki laki maupun perempuan.

Dalam sebuah sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dijelaskan : “Mencari ilmu adalah kewajiban setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah) 

Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu : "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS Al-Mujaadilah 58 : 11)

Ditinggikannya derajat dengan beberapa derajat, ini menunjukkan atas besarnya keutamaan, dan ketinggian di sini mencakup ketinggian maknawiyyah di dunia dengan tingginya kedudukan dan bagusnya suara (artinya dibicarakan orang dengan kebaikan) dan mencakup pula ketinggian hissiyyah (yang dirasakan oleh tubuh dan panca indera) di akhirat dengan tingginya kedudukan di jannah. (Fathul Baarii 1/141) 

Wanita yang merupakan madrasah pertama bagi anak anaknya dalam memperoleh pengetahuan, juga memiliki kewajiban menjadi wanita yang berpengetahuan demi dirinya sendiri dan anak anak yang dilahirkannya yang kelak juga harus dididiknya dengan baik.

Hadis riwayat Ibnu Umar ra : Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda : Ketahuilah! Masing-masing kamu adalah pemimpin, dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpin.
Seorang raja yang memimpin rakyat adalah pemimpin, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin anggota keluarganya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap mereka. Seorang istri juga pemimpin bagi rumah tangga serta anak suaminya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya. Seorang budak juga pemimpin atas harta tuannya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpinnya. Ingatlah! Masing-masing kamu adalah pemimpin dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. (Shahih Muslim No.3408) 

Sebagai wanita yang berpendidikan, kelak sebagai istri, dia akan lebih memahami bagaimana cara membahagiakan suami dan membuat rumah tangganya tentram dalam limpahan kasih sayang dengan saling pengertian dan dia memahami kenapa Allah memerintahkan istri harus patuh kepada suami yang merupakan imam bagi diri dan keluarganya.

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS An Nuur 30 : 21) 

Dari ayat diatas bisa kita ambil kesimpulan bahwa diantara tugas utama wanita adalah membahagiakan suami dan menentramkannya. Menjaga hartanya dan menggunakannya sesuai dengan kebutuhan keluarganya. Merawat rumahnya sehingga rumahnya bisa menjadi surga bagi suami dan anak-anaknya. Jika dia benar-benar mampu menjaga keluarganya, menentramkan suaminya, mendidik anak-anaknya dengan pendidikan Islam yang benar, dengan penuh kejujuran dan keikhlasan karena ingin memperoleh ridho Allah subhanahu wata’ala, maka keluarganyapun akan menjadi keluarga yang harmonis, penuh dengan cinta dan kasih sayang, sehingga keluarganya layak disebut sebagai keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah.

Salah satu keistimewa’an Islam dan juga bukti diangkatnya derajat wanita serta kemulia’annya adalah  agama kita ini tidak pernah sama sekali membebani atau memerintahkan wanita untuk mencari nafkah atau bekerja di luar rumah.

Karena dalam keadaan apapun dia sudah dinafkahi oleh walinya, ketika ia masih sendiri (belum menikah), ayahnyalah yang berkewajiban untuk menafkahinya, jika ayahnya tidak mampu atau sudah tidak punya ayah lagi, maka saudara laki lakinya lah yang wajib menafkahi, jika tidak ada, maka kerabatnya yang lain lah yang wajib menafkahi, jika tidak punya kerabat juga maka uang baitul mal lah nafkahnya.

Demikian pula sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam kepada para sahabatnya : “Kalian wajib memberi mereka (kaum wanita) makan dan pakaian menurut yang patut” (HR Imam Muslim dari Jabir bin Abdullah ra).

Sebenarnya pada zaman Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam kita akan melihat banyak sekali tokoh-tokoh sahabat wanita yang juga bekerja baik di bidang perdagangan atau di bidang yang lainnya. Misalnya saja Khadijah ra yang merupakan istri Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam sendiri, beliau adalah orang yang sangat terkenal sekali dalam keahlian berdagang, bahkan beliau adalah wanita terkaya di Makkah pada zaman itu.

Selain itu Asma’ binti Abu bakar ra, beliau juga bekerja diladang suaminya Zubair ibnu Awam dan mengangkat biji korma dari ladang menuju rumahnya. Padahal jarak antara ladang dengan rumahnya sangat jauh sekali. Dan masih banyak lagi sahabat wanita yang lainnya yang ikut andil dalam bekerja mencari nafkah.

Hal yang paling penting untuk digaris bawahi adalah hal hal yang membolehkan muslimah untuk menjadi wanita karir atau bekerja tersebut, tidak boleh terlepas dengan syarat-syarat yang ditentukan Syari’at Islam dan para ulama’ menurut nash-nash Al qur’an dan Hadist serta Maqashid Asysyari’ah.

Namun sesuai dengan perkembangan zaman, dimana kebutuhan duniawi ini meningkat, sebagai wanita berpendidikan, tentu saja muslimah ingin mengaplikasikan ilmu yang telah didapatnya untuk memperoleh sesuatu bagi diri sendiri dengan bekerja disamping mengamalkan ilmunya demi kepentingan banyak pihak. Selain itu dalam suatu rumahtangga kadang kadang dibutuhkan juga bantuan wanita dalam memenuhi kebutuhan keluarga, sehingga mau tak mau hal ini akan menyita waktu dan fikiran wanita muslimah yang bekerja.

Hal ini menyebabkan terjadinya benturan antara kewajiban dan kebutuhan yang sering membuat wanita berada dipersimpangan, antara kewajiban sebagai ibu jika dia telah berumahtangga dan keinginan untuk meningkatkan karir yang telah dirintis dengan segala daya upaya dengan mengerahkan seluruh kemampuan dan kemauan yang kuat agar bisa bersaing dan sukses didunia kerja.

Islam membolehkan wanita bekerja jika diizinkan oleh wali atau suaminya jika dia sudah menikah, namun kewajiban utamanya sebagai muslimah harus tetap dilaksanakan, yaitu mengurus suami dan anak. Selain itu, sebaiknya wanita memilih pekerjaan yang tidak bertentangan dengan kodratnya sebagai wanita.

Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.  [QS Al Baqarah 2 : 233] 

Kepentingan istri mentaati suaminya, telah disabdakan oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam : “Seandainya dibolehkan sujud sesama manusia, maka aku akan perintahkan istri bersujud kepada suaminya. (HR Turmudzi)

Dan dalam berkerja wanita tidak boleh melupakan syari’at yang telah diwajibkan Allah untuknya dalam berpakaian, sehingga tidak meninggalkan kewajiban tersebut demi hal hal duniawi yaitu tuntutan berpakaian demi pekerjaan.

Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (QS An Nuur 24 : 31)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat : [1] Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekiandan sekian.” (HR. Muslim no. 2128) 

Dalam ruang lingkup kerja seringkali terjadi berbaurnya antara laki laki dan wanita yang bukan mahram, padahal ini sangat dilarang keras oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, karena dapat menimbulkan kemudharatan dan fitnah, maka wanita yang ingin berkarir harus hati hati dalam hal ini.

Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: "Apakah maksudmu (dengan berbuat at begitu)?" Kedua wanita itu menjawab: "Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya." [QS Al Qashash 28 : 23]

Dalam ayat tersebut tersirat tuntunan yang mulia tentang bagaimana seorang wanita bekerja di luar rumah. Di sana ada adab dan syariat yang membolehkan wanita bekerja di luar rumah.

Ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita. Dari kalimat ini kita menjumpai adab dimana wanita tersebut tidak sendiri melainkan berdua dengan saudara perempuannya dalam hal ini adalah mahramnya.
Hal ini juga dipertegas dalam tuntunan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dalam hadist : “Perempuan tidak boleh bepergian kecuali didampingi oleh mahramnya” [HR Imam Bukhari dan Muslim]

Dalam ayat diatas sangat jelas bagaimana kedua perempuan tersebut menjaga diri mereka dari bercampur baur dengan lelaki yang bukan muhrimnya, sehingga kedua wanita ini lebih mau menunggu lama dan rela mendapat giliran terakhir daripada berdesak-desakan dengan laki-laki, dengan berada di bagian belakang dan menunggu hingga semua lelaki yang sedang meminumkan ternaknya itu pulang terlebih dahulu, kedua wanita mulia itu juga terhindar dari kemungkinan dilihat atau saling memandang (ghadhdhul bashar).

Sebenarnya kemuliaan seorang wanita Muslimah bukanlah ditentukan oleh karir tinggi yang telah dicapainya dengan susah payah, namun hal ini ditunjukkan ketika dia patuh dan tunduk akan perintah Allah dan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dalam menjalankan kehidupannya dunia akhirat.

Kemuliaan wanita shalihah digambarkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya : “Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalehah”. (HR. Muslim).

Wallahu a’lam bishshawab
@Bunda Alexyusandria Moenir