2012 - Archieve

Under the hood articles from the past.

Monday, December 31, 2012

Mengqadha shalat yang tertinggal dan apakah disyaratkan berurutan

Majalah Muslim - Tanya: Jika seseorang tidak melakukan shalat pada waktunya -zuhur misalnya-, kemudian dia baru ingat saat  shalat Ashar sedang dilaksanakan, apakah dia ikut berjamaah dengan niat  Ashar atau dengan niat Zuhur? Atau shalat Zuhur sendirian dahulu kemudian shalat Ashar?

Apakah maksudnya ucapan para fuqaha' “Jika dikhawatirkan shalat yang sedang ada waktunya tidak dapat dilakukan maka gugurlah urutannya” apakah kekhawatiran tidak mendapatkan jama’ah menggugurkan urutan shalat?

Jawab: Yang benar menurut syariat bagi orang yang mengalami hal tersebut, hendaknya dia shalat bersama jamaah dengan niat shalat Zuhur, kemudian setelah itu shalat Ashar, karena wajibnya menjaga urutan shalat (Zuhur didahulukan dari Ashar dan seterusnya), dan hal tersebut tidak gugur hanya karena khawatir tidak
mendapatkan jamaah. Adapun ucapan para fuqaha' -rahimahumullah- “jika dikhawatirkan keluarnya waktu shalat yang ada maka gugurlah urutannya” maksudnya adalah: Bagi orang  yang terlewat dari waktu shalat tertentu, maka (jika ingin mengqadanya), dia harus melakukannya sebelum melakukan shalat yang sedang ada waktunya, tetapi jika waktu shalat tersebut sempit maka shalat yang sedang ada waktunya tersebut dia dahulukan, misalnya: Seseorang belum melakukan shalat Isya, dan  dia baru ingat sesaat sebelum terbitnya matahari padahal saat itu dia belum shalat Shubuh, maka dia shalat Shubuh dahulu sebelum hilang waktunya, karena waktu tersebut telah ditetapkan untuk shalat Shubuh, setelah itu dia mengqadha shalatnya. (FATWA-FATWA PENTING TENTANG SHALAT Karya : SYEIKH ABDUL AZIZ BIN ABDULLAH BIN BAZ)

Saturday, December 29, 2012

Perbedaan antara darah Haidh dan Istihadah

Majalah Muslim - Sebagian wanita tidak dapat membedakan antara darah haidh dan istihadhah, sebab kadang-kadang darah tersebut keluar secara terus menerus, maka dia berhenti shalat selama keluarnya darah
tersebut, bagaimanakah hukum yang demikian itu?

Jawab: Haidh adalah darah yang Allah tetapkan untuk kaum wanita setiap bulan pada umumnya, sebagaimana riwayat yang terdapat dalam hadits shahih. Adapun bagi wanita yang mendapatkan istihadhah,
ada tiga kondisi:

Pertama: Jika dia baru pertama kali mengalami hal tersebut, maka  hendaknya setiap bulan -selama darah itu
ada- tidak melakukan shalat, puasa dan bersetubuh dengan suaminya sehingga datangnya masa suci, jika
kondisi tersebut (keluarnya darah) berlangsung selama lima belas hari atau kurang menurut jumhur ulama.

Kedua: Jika keluarnya darah secara terus menerus lebih dari lima belas hari, maka hendaknya dia
menganggap dirinya haid selama enam atau tujuh hari dengan membandingkan wanita lain yang lebih mirip
dengannya (usia atau fisiknya) dari kerabatnya jika dia tidak dapat membedakan antara darah haid atau yang
lainnya, tetapi jika dia mampu membedakannya, maka dia tidak boleh shalat dan puasa serta bersetubuh dengan suaminya selama mendapati darah yang dapat dibedakannya karena warnanya yang hitam atau bau,
dengan syarat, hal tersebut tidak berlangsung lebih dari lima belas hari.

Ketiga: Jika dia memiliki waktu haid tertentu, maka dia hitung masa haidnya selama waktu tersebut, dan setelah berakhir dia mandi dan berwudhu setiap kali masuk waktu shalat jika darahnya masih tetap keluar dan boleh bagi suaminya untuk menggaulinya sampai datang waktu haid berikutnya pada bulan kemudian.
Inilah ringkasan dari beberapa hadits nabi tentang wanita mustahadhah, dan telah diterangkan oleh Ibnu
Hajar Al-Asqalani dalam kitabnya Bulughul Maram dan Ibnu Taimiyah rahimahumallah dalam kitab Al Muntaqa. (FATWA-FATWA PENTING TENTANG SHALAT Karya : SYEIKH ABDUL AZIZ BIN ABDULLAH BIN BAZ)

Keutamaan Shalat di Hijir Ismail


Majalah Muslim - Tanya: Kami menyaksikan sebagian orang yang berdesak-desakan di Hijir Ismail agar dapat shalat didalamnya, apa hukum melakukan shalat didalamnya? apakah terdapat keistimewaan pada
perbuatan tersebut?

Jawab: Shalat di Hijir Ismail termasuk sunnah, karena dia bagian dari Ka’bah, dan terdapat riwayat shahih dari Nabi, bahwa beliau masuk kedalam Ka’bah pada saat terjadinya Fathu Makkah dan shalat didalamnya
dua raka’at” (Muttafaq alaih ).

Juga terdapat riwayat dari Rasulullah ? bahwa dia berkata kepada Aisyah radhialluanha, saat hendak
memasuki Ka’bah “Shalatlah dalam Hijir (Ismail), karena dia termasuk Ka’bah ". Adapun tentang pelaksanaan shalat fardhu, maka sebagai tindakan yang lebih hati-hati (ihtiyath) tidak dilaksanakan didalam Ka’bah atau dalam Hijir Isma’il, karena Rasulullah ? tidak melakukan hal tersebut, bahkan sebagian ulama ada yang berkata, perbuatan tersebut tidak sah karena dia termasuk Baitullah. Dengan demikian dapat
diketahui bahwa pelaksanaan shalat fardhu hendaknya dilakukan di luar Ka’bah dan Hijir Ismail, sebagai tindakan mencontoh Rasulullah ? dan keluar dari perbedaan pendapat para ulama yang mengatakannya tidak sah. Semoga Allah memberikan taufiq-Nya. (FATWA-FATWA PENTING TENTANG SHALAT Karya : SYEIKH ABDUL AZIZ BIN ABDULLAH BIN BAZ)

Thursday, December 27, 2012

Mengucapkan niat saat memulai shalat


Majalah Muslim - Tanya: Kami mendengar banyak orang yang melafazkan (mengucapkan) niat saat hendak shalat, apa hukumnya? apakah perbuatan tersebut ada landasan syar’inya?

Jawab: Tidak terdapat dalil dalam syariat tentang mengucapkan niat, tidak juga terdapat riwayat dari Nabi ? dan dari para shahabat bahwa mereka mengucapkan niat saat hendak shalat. Tempat niat hanyalah di hati, berdasarkan hadits Rasulullah:


“Sesungguhnya
setiap 
amalan 
berdasarkan 
niatnya,   dan   bagi   setiap   orang (dibalas sesuai) apa 
yang dia niatkan“(Muttafaq alaih, dari hadits Amirul 
Mukminin Umar bin Khattab ). 
(FATWA-FATWA PENTING TENTANG SHALAT Karya : SYEIKH ABDUL AZIZ BIN ABDULLAH BIN BAZ)

Monday, December 24, 2012

Orang yang shalat tidak menghadap kiblat setelah berusaha


Majalah Muslim - 5. Apakah hukumnya jika diketahui kemudian bahwa shalat yang dilakukannya tidak menghadap kiblat setelah dia berijtihad? Apakah ada bedanya antara jika hal tersebut terjadi di negri kafir dan negri muslim atau di tengah padang pasir?

Jawab: Jika seorang berada dalam sebuah perjalanan atau berada di tempat yang tidak mudah baginya untuk mengetahui arah kiblat maka shalatnya sah, jika dia telah berijtihad untuk menetapkan arah kiblat, dan ternyata setelah itu tidak menghadap kearah kiblat. Adapun jika dia berada di negri muslim, maka shalatnya tidak sah, karena memungkinkan baginya untuk bertanya siapa saja yang dapat menunjukinya arah kiblat,
sebagaimana mungkin baginya untuk mengetahuinya dengan melihat masjid. (FATWA-FATWA PENTING TENTANG SHALAT Karya : SYEIKH ABDUL AZIZ BIN ABDULLAH BIN BAZ)

Monday, December 17, 2012

Memanjangkan Celana Ketika Sholat

Majalah Muslim - Kami menyaksikan sebagian orang ada yang memendekkan bajunya (gamisnya) dan
memanjangkan celananya, bagaimanakah pendapat syaikh?

Jawab: Berdasarkan sunnah maka hendaknya (ujung) pakaian yang dikenakan antara setengah betisnya
hingga mata kakinya dan tidak boleh menurunkannya hingga kebawah mata kaki, berdasarkan hadits Rasulullah:
Pakaian yang (menjulur) ke bawah mata kaki, maka dia berada dalam neraka" (Riwayat Bukhari dalam 
As-Shahih)
Tidak ada bedanya antara celana dan kain, kemeja dan gamis, Rasulullah ? menyebutkan kain dalam hadits tersebut sebagai perumpamaan saja bukan sebagai pengkhususan, yang utama hendaknya pakaian yang 
dikenakan hanya sampai setengah betisnya, berdasarkan hadits Rasulullah:




Pakaian seorang mu’min adalah (sampai) setengah betisnya"
(FATWA-FATWA PENTING TENTANG SHALAT Karya : SYEIKH ABDUL AZIZ BIN ABDULLAH BIN BAZ) 

Saturday, December 15, 2012

Makna hadits: “Lakukanlah shalat Subuh menjelang matahari terbit”

Makna hadits: “Lakukanlah shalat Subuh  menjelang matahari terbit”

Majalah Muslim - Tanya: Sebagian orang ada yang terlambat shalat Fajar (Shubuh) hingga waktu Isfar (mendekati terbitnya matahari) dengan alasan bahwa hal tersebut berdasarkan hadits:
Lakukanlah (shalat) Fajar pada saat mendekati terbitnya matahari, karena sesungguhnya hal tersebut sangat besar pahalanya "Apakah hadits tersebut shahih? dan bagaimana menggabungkannya  dengan hadits: “(Amal yang paling utama  adalah  shalat pada waktunya) “?

Jawab: Hadits yang disebutkan adalah hadits shahih, diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ahlussunan 
dengan sanad yang shahih dari Rafi’ bin Khudaij, dan hal tersebut tidak bertentangan dengan hadits shahih yang menunjukkan bahwa Rasulullah ? shalat Shubuh pada saat hari masih gelap, begitu juga tidak bertentangan dengan hadits “(amal yang paling utama adalah) shalat pada waktunya” , akan tetapi makna yang dimaksud menurut jumhur ulama adalah, menunda shalat fajar sampai jelas datangnya waktu fajar, 
kemudian dilaksanakan sebelum hilangnya kegelapan sebagaimana dahulu Rasulullah melakukannya, cuma saja saat di Muzdalifah (saat melaksanakan ibadah haji) diutamakan untuk melakukannya lebih cepat, yaitu saat terbitnya fajar, sebagaimana perbuatan Rasulullah  pada saat haji Wada’.Dengan demikian hadits-hadits yang shahih tersebut dapat digabungkan tentang saat pelaksanakan shalat Fajar, akan tetapi semua itu hanyalah masalah keutamaan (afdhaliah).Dan boleh mengakhirkan shalat shubuh sampai sesaat sebelum terbitnya matahari, sebagaiman hadits Rasulullah : 

Waktu (shalat) Fajar adalah sejak terbitnya fajar selama belum terbitnya matahari" (Riwayat Muslim dalam shahihnya dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash). (FATWA-FATWA PENTING TENTANG SHALAT Karya : SYEIKH ABDUL AZIZ BIN ABDULLAH BIN BAZ) 

Friday, December 14, 2012

Shalatnya orang yang pundaknya terbuka


Majalah Muslim - Tanya: Sebagian orang ada yang  shalat fardhu dalam keadaan terbuka kedua bahunya, khususnya pada saat pelaksanaan ibadah haji, yaitu saat mengenakan pakaian  ihram. Apakah hukumnya?

Jawab: jika dia tidak mampu menghindarinya, maka tidak  mengapa baginya hal yang demikian itu
berdasarkan firman Allah ta’ala:


Bertakwalah kalian semampu kalian” (At-
Taghabun 16 )





Dan juga berdasarkan hadits Rasulullah dari 
Jabir bin Abdullah 


Jika 
bajunya 
lebar 
maka 
berselimutlah 
dengannya dan jika bajunya sempit maka jadikanlah 





Sebagai kain sarung” (Muttafaq Alaih)


Adapun jika dia mampu untuk menutup kedua
bahunya atau salah satu diantara keduanya, maka wajib 
baginya untuk menutup keduanya atau salah satu diantara 
keduanya menurut salah satu pendapat ulama yang lebih 
kuat, jika hal tersebut dia abaikan maka shalatnya tidak 





sah, berdasarkan hadits Rasulullah
Janganlah salah seorang diantara kalian shalat 
dengan mengenakan satu baju yang tidak terdapat diatas 
bahunya sesuatu apapun “ (Muttafaq alaih)  (FATWA-FATWA PENTING TENTANG SHALAT Karya : SYEIKH ABDUL AZIZ BIN ABDULLAH BIN BAZ)









Thursday, December 13, 2012

Cara sholat yang siang atau malamnya lebih panjang

Cara sholat yang siang atau malamnya lebih panjang
Dah Sholat belum? (tumblr.com)
Majalah Muslim - Tanya: Pada sebagian wilayah terdapat siang atau malam yang berlalu dalam waktu sangat lama, ada juga yang berlalu sangat singkat sekali sehingga tidak cukup waktu untuk melakukan shalat lima waktu, bagaimana penduduk wilayah tersebut melakukan shalatnya ?

Jawab: Merupakan kewajiban bagi penduduk suatu daerah yang siang atau malamnya sangat panjang
untuk melakukan shalat lima waktu berdasarkan perkiraan, jika disana tidak terdapat tergelincir atau
terbenamnya matahari dalam jangka waktu dua puluh empat jam. Terdapat riwayat yang shahih dari Rasulullah ? berdasarkan hadits Nawwas bin Sam’an dalam shahih Muslim tentang hari pada saat datangnya Dajjal yang digambarkan bagaikan setahun, sahabat bertanya kepada Rasulullah ? tentang hal tersebut, maka beliau bersabda: “Perkirakanlah ukuran (waktunya)” demikian pula dengan hari yang keduanya, yaitu sehari bagaikan sebulan. Demikian pula yang seharinya bagaikan seminggu. Adapun wilayah yang siangnya sangat pendek atau siangnya sangat panjang atau sebaliknya maka hukumnya jelas, yaitu mereka shalat sebagaimana pada hari-hari umumnya meskipun siang atau malamnya sangat pendek berdasarkan umumnya dalil. (FATWA-FATWA PENTING TENTANG SHALAT Karya : SYEIKH ABDUL AZIZ BIN ABDULLAH BIN BAZ)

Monday, December 10, 2012

Kisah Amir Andalusia dan Budak Perempuannya

Kisah Amir Andalusia dan Budak Perempuannya
Peta Andalusia (andalusia-web.com)
Majalah Muslim - 04/26/2002 - Abdurrahman bin Al-Hakam, Amir Andalusia, mengundang sejumlah ahli fiqih di kediamannya.

Ia sedang menghadapi masalah pelik. Pada siang hari bulan Ramadhan telah melakukan
hubungan seksual dengan budak perempuannya. Saat itu ia benar-benar tidak sanggup
menahan hasrat birahinya. Ia ingin bertanya kepada para ulama ahli fiqih bagaimana cara
bertaubat dan membayar kafarat.

"Selain bertaubat kepada Allah dengan sungguh-sunguh, Engkau harus berpuasa dua bulan
berturut-turut," kata seorang ulama bernama Yahya bin Yahya Al-Laitsi.

Ulama-ulama yang lain diam saja: tak seorang pun menyanggahnya, mendengar jawaban Yahya
tersebut. Tetapi, begitu keluar dari kediaman sang Amir, beberapa ulama menghampiri Yahya
dan bertanya, "Mengapa engkau tadi tidak memberikan fatwa berdasarkan Imam Malik?
Sehingga ia bisa memilih tiga saksi secara berurutan: memerdekakan budak, atau
memberikan makan sejumlah orang miskin, baru berpuasa selama dua bulan berturut-turut."

"Kalau itu yang aku sampaikan, keenakan dia, mungkin setiap hari akan mengulangi
perbuatannya itu karena baginya memerdekakan budak itu masalah yang ringan. Aku sengaja
pilihkan yang paling berat, supaya tidak mengulanginya lagi." jawab Yahya.

Sumber: Wafyat Al-A'yan, Ibnu Khalkan

Wednesday, August 1, 2012

Alhamdulillah

Majalah Muslim - 08/03/2002
Sari al-Suqthi, seorang ulama ahli ilmu tauhid yang sangat wara' berkata, "Sudah tiga puluh
tahun lamanya aku selalu membaca istighfar, dan baru sekali ini aku membaca alhamdulillah."
"Bagaimana ceritanya?" tanya seorang sahabatnya.
"Pada waktu terjadi peristiwa kebakaran di pasar Baghdad, seseorang dengan tergopoh-
gopoh datang menemuiku seraya memberitahukan bahwa kedaiku selamat. Spontan aku
berucap 'Alhamdulillah!' Tetapi, lantas aku menyesal, karena mensyukuri keberuntunganku
sendiri di atas penderitaan orang banyak."jawabnya.
Sumber: Al-Wafi bi al-Wafyat, al- Shafadi
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia - Majalah Muslim

Tuesday, July 31, 2012

Mulailah Bicara

Majalah Muslim - 08/09/2002
Ketika hendak melepas pasukan yang akan terjun ke dalam medan pertempuran, seorang
jenderal yang dipercaya sebagai komandan menghadap Khalifah Mu'awiyah bin Abu Sufyan.
Setelah menanyakan tentang keadaan serta persiapan pasukan, Khalifah Mu'awiyah mengajak
si jenderal berbincang-bincang sejenak. Namun tiba-tiba si jenderal mengeluarkan suara
kentut. Seketika itu ia terdiam malu.
"Ayo, mulailah bicara. Demi Allah, aku lebih sering mendengar suara itu dari orang lain
daripada diriku sendiri," kata Khalifah Mu'awiyah.
Sumber: Ansab al-Asyraf, al-Baladziri
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia - Majalah Muslim

Thursday, July 26, 2012

Kisah Abu Hanifah dan Tetangganya

Majalah Muslim - 08/16/2002
Di Kufah, Abu Hanifah mempunyai tetangga tukang sepatu. Sepanjang hari bekerja,
menjelang malam ia baru pulang ke rumah. Biasanya ia membawa oleh-oleh berupa daging
untuk dimasak atau seekor ikan besar untuk dibakar. Selesai makan, ia terus minum tiada
henti-hentinya sambil bemyanyi, dan baru berhenti jauh malam setelah ia merasa mengantuk
sekali, kemudian tidur pulas.
Abu Hanifah yang sudah terbiasa melaksanakan salat sepanjang malam, tentu saja merasa
terganggu oleh suara nyanyian si tukang sepatu tersebut. Tetapi, ia diamkan saja. Pada suatu
malam, Abu Hanifah tidak mendengar tetangganya itu bernyanyi-nyanyi seperti biasanya.
Sesaat ia keluar untuk mencari kabarnya. Ternyata menurut keterangan tetangga lain, ia
baru saja ditangkap polisi dan ditahan.
Selesai salat subuh, ketika hari masih pagi, Abu Hanifah naik bighalnya ke istana. Ia ingin
menemui Amir Kufah. Ia disambut dengan penuh khidmat dan hormat. Sang Amir sendiri yang
berkenan menemuinya.
"Ada yang bisa aku bantu?" tanya sang Amir.
"Tetanggaku tukang sepatu kemarin ditangkap polisi. Tolong lepaskan ia dari tahanan, Amir, "
jawab Abu Hanifah.
"Baikiah," kata sang Amir yang segera menyuruh seorang polisi penjara untuk melepaskan
tetangga Abu Hanifah yang baru ditangkap kemarin petang.
Abu Hanifah pulang dengan naik bighalnya pelan-pelan. Sementara, si tukang sepatu berjalan
kaki di belakangnya. Ketika tiba di rumah, Abu Hanifah turun dan menoleh kepada
tetangganya itu seraya berkata,
"Bagaimana? Aku tidak mengecewakanmu kan?"
"Tidak, bahkan sebaliknya." Ia menambahkan, "Terima kasih. Semoga Allah memberimu
balasan kebajikan."
Sejak itu ia tidak lagi mengulangi kebiasaannya, sehingga Abu Hanifah dapat merasa lebih
khusyu' dalam ibadahnya setiap malam.
Sumber: Al-Thabaqat al-Saniyyat fi Tajarun al-Hanafiyat, Taqiyyuddin bin Abdul Qadir al-
Tammii
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia - Majalah Muslim

Wednesday, July 25, 2012

Kisah Ziyad Bin Abu Sufyan

Majalah Muslim - 08/23/2002
Sumiyah, ibunda Ziyad, adalah seorang wanita pelacur. Abu Sufyan bin Harb mengaku bahwa
dirinya satu-satunya lelaki yang menghamili wanita itu. Jadi dia ayah Ziyad.
Suatu hari Khalifah Mu'awiyah naik ke atas mimbar, dan menyuruh Ziyad untuk berdiri di
sampingnya.
"Saudara-saudara sekalian, sungguh aku sudah mengenal siapa Ziyad ini. Tetapi, siapa di
antara kalian yang memiliki bukti, silakan ajukan!" kata Mu'awiyah kepada para hadirin.
Semua yang hadir berdiri seraya memberikan kesaksian bahwa Ziyad adalah putera Abu
Sufyan. Oleh Mu'awiyah ia lalu diangkat sebagai penguasa Kufah merangkap Bashrah.
Pada hari penobatan Ziyad sebagai penguasa kedua wilayah tersebut diadakan upacara arak-
arakan yang cukup meriah. Seorang lelaki buta dari suku Bani Makhzum yang biasa dipanggil
Abul Urban ikut menonton di pinggir jalan.
"Siapa yang diangkat sebagai penguasa kali ini?" tanya Abul Urban kepada seseorang di
sebelahnya.
"Ziyad bin Abu Sufyan," jawabnya.
"Apa? Setahuku Abu Sufyan tidak punya putera bernama Ziyad," kata Abul Urban.
"Jadi, Ziyad siapa?" tanya orang itu.
"Sungguh banyak hal yang telah dirusak Allah, banyak rumah yang telah dirobohkan-Nya, dan
banyak budak yang telah dikembalikan-Nya kepada tuan-tuannya," jawab Abul Urban.
Seorang mata-mata kerajaan kebetulan mendengar ucapan Abul Urban tersebut. Ia lalu
melaporkannya kepada Mu'awiyah. Khalifah ini segera mengirim seorang kurir membawa
sepucuk surat berisi:
"Celaka kamu oleh ibumu. Setibanya suratku ini potonglah lidah laki-laki buta dan suku Bani
Makhzum itu jika ia berani mengatakan lagi kalau kamu bukan putera Abu Sufyan."
Ketika si kurir hendak mohon diri, Ziyad menitipkan uang sebanyak seribu dinar untuk
Khalifah Mu'awiyah, seraya berpesan:
"Sampaikan salamku kepadanya. Katakan kepadanya, aku baru bisa mengirim uang sejumlah
ini. Gunakan lebih dahulu! Kali lain aku akan mengiriminya lagi."
Dengan ditemani seorang pengawal, esoknya Ziyad menemui laki-laki tunanetra dari Bani
Makhzum itu.
Setelah mengucapkan salam, pengawal bertanya:
"Siapa orang yang bersamaku ini?"
"Dia pasti Ziyad bin Abu Sufyan," jawabnya dengan tegas.
Sepeninggal kedua tamunya, laki-laki tunanetra dari suku Bani Makhzum itu menangis seraya
berkata,
"Demi Allah, aku mengenal persis siapa Abu Sufyan."
Sumber: Muhadharat al-Asibba, al-Raghib al-Ashfahani - Majalah Muslim
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

Monday, July 23, 2012

Harta Titipan Bani Umayyah

Harta Titipan Bani Umayyah
Illustrate (google images)
Majalah Muslim - 08/31/2002
Seorang lelaki yang dicurigai menyimpan harta titipan milik dinasti Bani Umayyah dilaporkan
kepada Khalifah al-Manshur. Ia segera ditangkap dan dihadapkan kepada sang Khalifah.
"Kami dengar laporan, kamu menyimpan harta titipan milik Bani Umayyah. Sekarang serahkan
kepada kami," kata Khalifah.
"Amirul Mukminin, apakah Tuan pewaris Bani Umayyah?" tanyanya.
"Tidak,''jawab sang Khalifah.
"Atau, mereka sudah memberi wasiat kepada Anda?"
"Juga tidak."
"Lalu mengapa Tuan meminta aku menyerahkan harta yang ada di tanganku?"
Sejenak Khalifah al-Manshur menunduk tanda ia sedang berpikir. Kemudian sambil
mengangkat kepala ia beujar:
"Sesungguhnya para pemimpin dinasti Bani Umayyah suka berlaku zaiim kepada kaum muslimin
waktu itu. Selaku khalifah, kami berhak mengurus hak mereka. Jadi, kami bermaksud
mengambil hak mereka, lalu kami simpan ke dalam kas negara."
"Tuan perlu mengajukan bukti yang adil bahwa harta milik Bani Umayyah yang ada padaku
adalah milik kaum muslimin yang dirampas secara tidak sah. Sebab, boleh jadi ini adalah mumi
milik mereka sendiri."
"Kamu benar. Kamu memang berhak atas harta itu," kata sang Khalifah.
"Terima kasih atas pengertian Tuan, Amirul Mukminin."
"Sekarang apa keperluanmu?"
"Aku ingin Tuan berkenan mempertemukan aku dengan orang yang melaporkan masalah ini
kepadamu. Aku merasa penasaran ingin mengetahuinya."
Permintaan tersebut dikabulkan oleh Khalifah al-Manshur. Begitu dipertemukan, akhirnya
jelas bahwa orang yang melaporkan itu adalah budak lelakinya sendiri yang telah cukup lama
menghilang, tetapi ia masih ingat dan mengenalinya.
"Dia ini budakku, Amirul Mukminin," katanya, "Setelah mencuri uangku tiga ribu dinar, ia
minggat. Dan, mungkin karena takut aku mencarinya, ia kemudian melaporkan aku kepada tuan
yang bukan-bukan."
Setelah dimintai penjelasan dan ditakut-takuti oleh Khalifah al-Manshur, akhirnya budak itu
mengakui semua perbuatannya yang tercela tersebut.
"Kami minta kamu memaafkannya," kata Khalifah.
"Sudah aku maafkan. Bahkan, aku memerdekakan dia. Selain mengikhlaskan uang tiga ribu
dinar yang telah ia curi, aku juga ingin memberinya tiga ribu dinar lagi," katanya sambil
menyerahkan sebuah bungkusan. Kemudian ia pun beranjak pergi.
Khalifah al-Manshur merasa kagum atas sikap warganya itu seraya berkata,
"Sungguh luar biasa dia!"
Sumber: al-Mustajad min Fa'alat al-Ajwad, at-Tanukhi - Majalah Muslim
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

Saturday, July 14, 2012

Kisah wanita pemerah susu dan anak gadisnya

Majalah Muslim - Pada zaman pemerintahan Umar bin Khaththab hiduplah seorang janda miskin bersama seorang anak gadisnya di sebuah gubuk tua di pinggiran kota Mekah. Keduanya sangat rajin
beribadah dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Setiap pagi,
selesai salat subuh, keduanya memerah susu kambing di kandang. Penduduk kota Mekah
banyak yang menyukai susu kambing wanita itu karena mutunya yang baik.

Pada suatu malam, Khalifah Umar ditemani pengawalnya berkeliling negeri untuk melihat dari
dekat keadaan hidup dan kesejahteraan rakyatnya. Setelah beberapa saat berkeliling,
sampailah khalifah di pinggiran kota Mekah. Beliau tertarik melihat sebuah gubuk kecil
dengan cahaya yang masih tampak dari dalamnya yang menandakan bahwa penghuninya belum
tidur. Khalifah turun dari kudanya, lalu mendekati gubuk itu. Samar-samar telinganya
mendengar percakapan seorang wanita dengan anaknya.

"Anakku, malam ini kambing kita hanya mengeluarkan susu sedikit sekali. Ini tidak cukup
untuk memenuhi permintaan pelanggan kita besok pagi," keluh wanita itu kepada anaknya.
Dengan tersenyum, anak gadisnya yang beranjak dewasa itu menghibur, "Ibu, tidak usah
disesali. Inilah rezeki yang diberikan Allah kepada kita hari ini. Semoga besok kambing kita
mengeluarkan susu yang lebih banyak lagi."

"Tapi, aku khawatir para pelanggan kita tidak mau membeli susu kepada kita lagi. Bagaimana
kalau susu itu kita campur air supaya kelihatan banyak?"

"Jangan, Bu!" gadis itu melarang. "Bagaimanapun kita tidak boleh berbuat curang. Lebih baik
kita katakan dengan jujur pada pelanggan bahwa hasil susu hari ini hanya sedikit. Mereka
tentu akan memakluminya. Lagi pula kalau ketahuan, kita akan dihukum oleh Khalifah Umar.
Percayalah, ketidakjujuran itu akan menyiksa hati."

Dari luar gubuk itu, Khalifah Umar semakin penasaran ingin terus mendengar kelanjutan
percakapan antara janda dan anak gadisnya itu.

"Bagaimana mungkin khalifah Umar tahu!" kata janda itu kepada anaknya. "Saat ini beliau
sedang tertidur pulas di istananya yang megah tanpa pernah mengalami kesulitan seperti kita
ini?"

Melihat ibunya masih tetap bersikeras dengan alasannya, gadis remaja itu tersenyum dengan
lembut dan berkata, "Ibu, memang Khalifah tidak melihat apa yang kita lakukan sekarang.
Tapi Allah Maha Melihat setiap gerak-gerik makhluknya. Meskipun kita miskin, jangan sampai
kita melakukan sesuatu yang dimurkai Allah."

Dari luar gubuk, khalifah tersenyum mendengar ucapan gadis itu. Beliau benar-benar kagum
dengan kejujurannya. Ternyata kemiskinan dan himpitan keadaan tidak membuatnya
terpengaruh untuk berbuat curang. Setelah itu khalifah mengajak pengawalnya pulang.
Keesokan harinya, Umar memerintahkan beberapa orang untuk menjemput wanita pemerah
susu dan anak gadisnya untuk menghadap kepadanya. Beliau ternyata bermaksud menikahkan
putranya dengan gadis jujur itu.

Sungguh sebuah teladan bagi kita semua, bahwa kejujuran karena takut kepada Allah adalah
suatu harta yang tak ternilai harganya. Mungkin ini yang sulit kita dapatkan sekarang.
Sumber: Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia - Majalah Muslim

Friday, July 13, 2012

"Partikel Tuhan" dalam Pandangan Islam (1)

"Partikel Tuhan" dalam Pandangan Islam

Majalah Muslim1. Kemustahilan Mengetahui Dzat Tuhan

Sesungguhnya hakikat dzat Tuhan tidak dapat diketahui oleh akal. Akal tidak akan mampu mengetahui hakikat-Nya. Sebab dzat Tuhan memang tidak dapat dijangkau oleh akal pikiran. Manusia tidak dibekali sarana untuk menjangkaunya.

Sesungguhnya akal manusia meskipun kecerdasan dan kemampuannya untuk mengetahui sesuatu telah mencapai puncaknya, namun ia sangat terbatas dan sangat lemah untuk mengetahui hakikat berbagai hal.

Akal tidak mampu mengetahui (hakikat) jiwa manusia itu sendiri. Pengetahuan tentang jiwa masih merupakan salah satu persoalan yang sulit dipecahkan oleh ilmu pengetahuan maupun filsafat. Akal tidak mengetahui hakikat cahaya. Padahal cahaya merupakan barang yang paling tampak dengan sangat jelas.

Akal tidak mampu mengetahui hakikat benda dan hakikat atom yang menjadi unsur pembentuk benda-benda tersebut. Padahal benda merupakan barang yang sangat erat hubungannya dengan manusia.

Ilmu pengetahuan manusia sampai saat ini masih tidak mampu menguak banyak hal tentang hakikat alam semesta ini, dan tidak mampu berbicara tentang hal itu secara pasti.

Seorang ahli falak terkenal, Kamil Flamaryun, dalam bukunya “Kekuatan Alam Yang Misteri” berkata: “Kami melihat diri kami sedang berpikir. Namun apa itu berpikir? Tidak seorang pun dapat menjawab pertanyaan ini, dan kami melihat diri kami sedang berjalan. Akan tetapi apa sebenarnya kerja otot itu? Tidak seorang pun dapat mengetahui hal itu.”

Aku memandang bahwa keinginanku merupakan suatu kekuatan immaterial, dan bahwa semua karakteristik diriku adalah juga immaterial. Disamping itu, setiap aku berkeinginan untuk mengangkat lenganku, maka aku memandang bahwa keinginanku dapat menggerakkan materi diriku. Namun bagaimana hal itu bisa terjadi? Apa kiranya yang menjadi perantara atau menjadi penghubung bagi kekuatan akal dalam menimbulkan suatu hasil yang bersifat kebendaan (berupa gerakan fisik)?

Jelas tidak ada orang yang mampu menjawab pertanyaanku ini. Bahkan coba jelaskan kepada saya bagaimana urat syaraf penglihatan mengirimkan gambar segala sesuatu kepada otak? Terangkan kepada saya, bagaimana akal dapat mengetahui hal ini? Dimana tempat tinggalnya akal pikiran? Dan bagaimana pula tabiat kerja otak itu? Coba katakan kepada saya wahai tuan-tuan (yang dimaksud adalah orang-orang yang mengingkari adanya Tuhan). Akan tetapi pertanyaan saya kiranya telah cukup. Saya mampu mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada tuan sepuluh tahun, dan saya yakin bahwa kepala yang terbesar diantara tuan-tuan tidak akan mampu memberikan jawaban terhadap pertanyaanku yang terkecil sekalipun?

Bila posisi akal demikian keadaannya dalam menghadapi persoalan hakikat jiwa manusia, cahaya, materi dan segala sesuatu yang ada di alam jagad raya ini, baik yang dapat dilihat maupun yang tidak dapat dilihat, lantas bagaimana mungkin ia akan mengetahui Dzat Pencipta Yang Maha Luhur keadaan-Nya, dan berusaha untuk mengetahui hakikat-Nya?

Sesungguhnya Dzat Allah terlalu besar untuk dapat diketahui oleh akal manusia atau dijangkau oleh akal pikiran.

Betapa tepatnya firman Allah:

“Dan tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu, dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-An’am [ 6] : 103)

 2. Ketidakmampuan Mengetahui Hakikat Sesuatu Tidak Berarti Menafikan Keberadaannya

Keterbatasan akal pikiran, kelemahan untuk mengetahui hakikat sesuatu, dan ketidakmampuan akal untuk mengetahui hakikat jiwa manusia tidaklah berarti menafikan keberadaannya. Kelemahan akal untuk mengetahui hakikat cahaya tidak berarti menafikan adanya cahaya yang memancar di berbagai ufuk. Kelemahan akal pikiran untuk mengetahui hakikat atom tidaklah menunjukkan bahwa atom-atom yang membentuk benda-benda itu tidak ada. Demikian pula semua benda yang tidak mampu diketahui hakikatnya oleh akal pikiran manusia.

Demikian pula mengenai Dzat Tuhan. Bila manusia tidak mampu mengetahui hakikatnya, maka tidak berarti bahwa Dia tidak ada, bahkan Dia ada dan keberadaan-Nya jauh lebih kuat dari segala yang ada.

Sesungguhnya eksistensi Dzat Tuhan Yang Maha Suci itu merupakan aksiomatika dan dapat diterima oleh akal pikiran. Hanya orang sombong saja yang menuntut pembuktian atas keberadaan Tuhan, karena perkara ini merupakan aksiomatika dan sudah diterima oleh akal pikiran. Bagaikan orang buta yang menuntut bukti atas adanya matahari di siang hari bolong. Meskipun demikian kami akan mengemukakan bukti-bukti yang dapat membimbing manusia kepada kebenaran dan menyingkapkan arah tujuan yang benar.

3. Alam Semesta Menegaskan Eksistensi Tuhan Pencipta

Sesungguhnya eksistensi Allah itu merupakan suatu hakikat atau fakta yang tidak diragukan dan tidak ada celah untuk mengingkarinya. Wujud Allah sangat nyata dan terang bagaikan terang-benderangnya matahari dan cemerlang bagaikan cahaya fajar yang merekah di pagi hari yang cerah.

Segala sesuatu yang ada di alam semesta ini menjadi saksi atas keberadaan Tuhan pencipta. Benda-benda alam dan segala unsur-unsurnya menegaskan bahwa itu semua ada yang mencipta dan mengaturnya. Jagad raya dengan segala isinya, seperti matahari, bulan, bintang-bintang, dan planet-planet, serta alam semesta seperti bumi dengan segala macam isinya, seperti manusia, binatang, tumbuhan, dan benda-benda padat, juga adanya keterikatan yang kuat dan keseimbangan yang cermat yang mengatur dan menyerasikan antara alam-alam ini, itu semua tiada lain adalah merupakan bukti adanya Allah dan hanya Dia semata yang menciptakan. Akal sama sekali tidak dapat membayangkan bahwa benda-benda ini semua tidak akan ada tanpa Dzat yang menciptakannya, sebagaimana akal tidak dapat membayangkan adanya barang buatan tanpa ada yang membuat.

Apabila akal manusia menganggap mustahil terbangnya pesawat di udara atau menyelamnya kapal selam di lautan tanpa adanya pembuat pesawat dan pembuat kapal, maka hal ini menetapkan secara pasti akan kemustahilan adanya alam yang sangat indah ini tanpa adanya pencipta yang menciptakannya dan tanpa adanya pengatur yang mengatur urusannya.

Ada tiga macam kemungkinan yang dapat kita kemukakan dalam menerangkan asal mula terjadinya alam semesta ini, dan tidak ada teori lain di balik tiga macam kemungkinan itu.

Pertama : Bahwa alam semesta ini muncul dari tidak ada, kemudian muncul dengan sendirinya.

Kedua : Bahwa alam semesta ini terjadi secara kebetulan belaka. Yakni faktor kebetulan inilah yang memunculkan alam yang indah ini.

Ketiga : Di sana pasti ada pencipta yang menciptakan alam semesta ini.

Mari kita mendiskusikan masing-masing dari kemungkinan-kemungkinan ini.

Kemungkinan yang pertama jelas tidak berdasar. Hal ini dikarenakan musabbab (akibat) itu berhubungan erat dengan sebab-sebabnya. Begitu juga natijah (hasil) itu bergantung pada muqoddimahnya (premise). Akal tidak dapat membayangkan adanya musabbab (sesuatu yang disebabkan) tanpa sesuatu sebab yang mendahuluinya, tidak pula ada natijah (hasil) tanpa pendahuluan-pendahuluannya.

Terjadinya alam semesta ini dari tidak ada berarti adanya sesuatu yang disebabkan (musabbab) tanpa ada sebabnya, atau adanya hasil tanpa pendahuluannya. Yakni alam semesta ini ada dengan sendirinya dan muncul dengan terputus dari sebabnya.

Adanya sesuatu dengan sendirinya dan terputus dari sebab-sebabnya menurut akal yang sehat dan kenyataan adalah mustahil. Sebab hal itu berarti memenangkan sisi keberadaan atas sisi ketidakberadaan tanpa bukti yang dapat digunakan untuk memenangkannya. Padahal memenangkan sisi keberadaan tanpa bukti yang dapat digunakan untuk memenangkannya adalah mustahil.

Sesungguhnya apabila kita menyatakan bahwa alam semesta ini ada karena dirinya sendiri dan terputus dari sebabnya, maka hal itu berarti sama dengan ucapan kita bahwa tidak ada itulah yang menjadi sebab eksistensi. Perkataan seperti itu sangat keliru dan gugur karena “tidak ada” tidak mungkin menjadi sumber bagi “eksistensi”. “Yang tidak punya sesuatu tidak akan dapat memberi”. Inilah hal yang diisyaratkan oleh firman Allah dalam kitab suci Al-Qur’an:

“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun, ataukah mereka yang menciptakan diri mereka sendiri? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi? Sebenarnya mereka tidaklah meyakini apa yang mereka katakan.” (QS. Ath-Thuur [52] : 35-36)

Maksud ayat di atas adalah apakah mereka ada tanpa pencipta? Ataukah mereka menciptakan diri mereka sendiri sehingga mereka tidak memerlukan pihak yang menciptakan mereka? Ini semua mustahil terjadi.

Selanjutnya marilah kita bicarakan kemungkinan kedua. Kemungkinan yang kedua ini jauh lebih besar kerancuannya dibanding kemungkinan yang pertama. Sebab sesuatu yang terjadi secara kebetulan tidak akan dapat tersusun secara teratur dan serapi ini, dan tidak akan terwujud dengan sempurna sebagaimana yang kita saksikan ini.

Apakah “kebetulan” itu dapat menciptakan laki-laki dan perempuan atau jantan dan betina serta mempertautkan antara keduanya dengan hubungan yang seindah ini?

Apakah “kebetulan” itu yang telah menciptakan bumi dan seisinya seperti manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan benda-benda padat? Apakah ia juga yang menggantungkan bumi di udara (cakrawala) dan menjalankannya untuk berputar mengelilingi sumbunya, yang tidak pernah bergeser sedikitpun walau hanya sehelai rambut sejak berjuta-juta tahun yang lalu?

Apakah “kebetulan” juga yang mengedarkan planet-planet dan bintang-bintang sedemikian besar dan banyak sekali dengan kecepatan luar biasa tanpa pernah mengalami tabrakan antara satu sama lain?

Apakah “kebetulan” juga yang mewujudkan unsur-unsur yang membentuk alam semesta ini, dan menjadikannya begitu serasi dengan keserasian yang cermat sehingga ia bisa berjalan terus dan kekal sampai batas waktu yang dikehendaki oleh Allah?

Sesungguhnya atom yang merupakan benda sangat kecil, membuat akal pikiran manusia dan ilmu pengetahuan bingung dalam menganalisa susunannya yang begitu sempurna dan keserasiannya yang begitu mengagumkan. Apakah susunannya, keterkaitannya dan keserasiannya juga karena kebetulan?

Marilah kita dengarkan pernyataan ilmu pengetahuan tentang atom ini:
“Suatu benda tersusun dari atom-atom yang karena kecilnya tidak dapat dilihat meskipun dengan menggunakan alat pembesar terkuat (mikroskop). Agar kita dapat membayangkan bentuk atom (yang kecil itu) maka kita harus membayangkan seandainya kita menyusun seratus juta buah atom dengan menumpuknya satu sama lain niscaya panjangnya hanya mencapai kira-kira satu inchi. Dan sebagai gambaran dari sisi yang lain, dalam setetes air laut terdapat lima puluh juta atom dari emas.
Atom terdiri dari inti yang disekelilingnya berputar listrik bermuatan negatif yang disebut elektron-elektron dalam garis edar membulat. Antara dua buah elektron ini terdapat ruangan kosong yang menyerupai ruangan kosong antara planet-planet dan matahari, dilihat dari segi perbandingan antara bentuk dan jarak jauhnya.
Inti atom paling ringan bobot timbangannya mencapai 1850 kali timbangan elektron. Andaikata dua puluh ribu inti atom disusun rapi berdampingan satu sama lain, niscaya panjang daerahnya mencapai  daerah atom itu; atau dengan kata lain perbandingan inti bila diukur dengan atom adalah seperti kepala jarum peniti bila dibandingkan dengan sebuah rumah berukuran sedang.
Elektron-elektron berputar mengelilingi inti dalam garis-garis edar seperti halnya garis-garis edar planet-planet ketika berputar mengelilingi matahari, akan tetapi tempat-tempat berputar itu lebih sensitif dan lebih sedikit batasnya (mudah lepas) daripada garis-garis edar planet-planet itu. Andaikata suatu benda yang tersusun dari inti atom ditumpuk dengan lainnya, yakni tanpa adanya ruang kosong yang ada diantara inti dan elektron-elektron  niscaya timbangan sepotong uang logam sebesar dua ketip kira-kira mencapai sekitar empat puluh juta ton.
Inti tersusun dari listrik bermuatan positif (proton), yang jumlahnya sama dengan jumlah listrik yang bermuatan negatif (elektron) yang berputar mengelilingi inti.
Disamping proton-proton ini, terdapat juga listrik-listrik lain yang bermuatan pertengahan yang disebut neutron. Andaikata kita dapat menguraikan ikatan yang mengikat antara proton-proton dan neutron-neutron ini, atau dengan kata lain andaikata kita dapat menyediakan jalan untuk melenyapkan neutron sebuah saja dari kumpulan neutron-neutron yang mengelilingi proton, maka pada saat itu pasti timbul suatu kekuatan yang dahsyat sekali. Profesor Einstein adalah orang pertama yang memperkirakan bahwa kekuatan itu sama dengan himpunan dalam segi empat kecepatan sinar yang diperkirakan dengan senti meter kali dua setiap detiknya.
Bila kita berpindah dari masalah atom dan mengangkat kepala ke atas untuk melihat matahari maka kita akan melihat ilmu pengetahuan yang menyatakan:
“Matahari adalah benda yang bulat berbentuk bola yang menyala-nyala penuh berisi api yang lebih dahsyat dari semua api yang ada di bumi. Ia jauh lebih besar dari bumi, lebih dari sejuta kali. Adapun jaraknya dengan kita sejauh 92,5 juta mil. Demikianlah keadaan matahari itu, dan ia tiada lain kecuali sebuah bintang, dan tidak termasuk dalam bilangan bintang-bintang yang besar.”
Ada satu persoalan (mengenai matahari ini) yang pemecahan finalnya benar-benar menyulitkan akal pikiran para ilmuwan maupun para ahli astronomi, yaitu bahwa matahari sebagaimana diambil dari ilmu lapisan bumi, senantiasa memancarkan panas dengan ukuran yang sama selama berjuta-juta tahun. Jika panas yang ditimbulkan itu hanya karena akibat terbakarnya matahari, bagaimana mungkin bahannya tidak habis padahal sudah berjalan sekian masa? Maka tidak diragukan lagi bahwa cara pembakaran yang berlaku padanya tidaklah sama dengan cara yang biasa dikenal manusia. Sebab, jika tidak demikian niscaya pembakarannya itu cukup enam ribu tahun saja, dan selanjutnya panasnya hilang.

Adapun keutamaan dan keistimewaan matahari yang diberikan kepada kita bahwa matahari bukanlah sekedar menjadi sumber cahaya dan api bagi kita semata melainkan ia merupakan sumbu dari tata surya yang berjalan dan menjadi sumber kehidupan kita. Matahari itulah yang menguapkan air laut, dan mengangkatnya ke atas kemudian beralih menjadi awan dan selanjutnya berubah menjadi hujan yang diturunkan ke bumi ini, dari situlah timbul saluran-saluran air dan sungai-sungai besar maupun kecil yang mengalir untuk mengairi tanaman, tumbuh-tumbuhan dan pekarangan kita sehingga dapat berkembang. Dia juga yang meniupkan angin dan menggerakkan angin topan yang menyebabkan timbulnya gelombang lautan dan udara menjadi bersih dan jernih. Dia pula yang menggerakkan kapal-kapal dan perahu-perahu di samudera luas. Dia pula yang menjalankan kendaraan-kendaraan dan memutar mesin-mesin uap. Arang batu (yang dipergunakan untuk menggerakkan mesin uap) itu tidak lain kecuali berasal dari panas cahaya matahari yang terpendam sejak bertahun-tahun yang lampau untuk diambil manfaatnya oleh putra-putra bangsa yang datang kemudian.

Andaikata tidak ada matahari, niscaya tidak ada kehidupan bagi makhluk hidup, dan tidak pula tumbuh-tumbuhan. Makhluk-makhluk hidup dapat bergerak dan berdiri karena panas matahari. Burung-burung berkicau karena cahayanya, semuanya bertasbih kepada Tuhannya. Dan karena panas serta cahaya pula, tanaman-tanaman tumbuh dengan subur, pohon-pohon kian hari kian bertambah besar, bunga-bunga mekar dengan indahnya, dan buah-buahan menjadi masak. Kita semua, umat manusia pun berhutang kepada matahari, karena makanan dan minuman kita bergantung kepadanya. Ia merupakan sebab keberadaan kita di planet bumi ini.

Selanjutnya apabila persoalan matahari kita lewatkan, maka kita akan menemukan bahwa:

Bintang yang paling dekat dengan kita sesudah matahari jauhnya sama dengan 260 ribu kali jauhnya matahari dengan bumi kita. Ini terhitung sebagai sesuatu yang sangat kecil sekali bila dibandingkan dengan bintang-bintang Bimasakti yang oleh orang-orang zaman dahulu kala disebut The Milky Way. Bahkan keseluruhan tata surya kita ini dianggap sebagai sebuah atom jika diukur dengan Bimasakti, karena ia menghimpun seratus juta bintang yang terpencar pada sebuah bidang menyerupai bulatan dasar yang relatif lembut.

Herbert Spencer Johns, pengarang buku “Ilmu Falak Umum” berkata : Sesungguhnya cahaya menghabiskan waktu 10.000 tahun untuk bisa mencapai kedua ujung bintang Bimasakti. Sedangkan cahaya berjalan dengan kecepatan 176.000 mil per detik, atau 300.000 km per detik. Atas dasar keterangan ini maka ukuran cahaya setahun sama dengan 10 biliyun km.

Bintang Bimasakti yang besarnya telah mencapai batas sebagaimana kita uraikan di atas, dimana akal manusia tidak mampu mengetahuinya itu tiada lain kecuali salah satu dari sekian banyak bintang-bintang yang ada di cakrawala yang jumlahnya tidak terhitung.

Masih ada yang perlu kita ketahui, bahwa tata surya yang terdekat dengan tata surya kita ini jaraknya sejauh 700 ribu tahun cahaya.

Sesudah kita mengetahui uraian di atas, apakah akal pikiran kita dapat menerima semua itu terjadi hanya karena kebetulan tanpa ada yang menciptakan dan mengaturnya?

Sesungguhnya anggapan “kebetulan” mengenai penciptaan alam semesta sama sekali tidak dapat diterima oleh akal pikiran dan tidak diakui atau didukung oleh ilmu pengetahuan. Dan tidak pula dikatakan oleh manusia kecuali bila ia telah kehilangan ciri khususnya sebagai manusia yang paling khusus, yakni kemampuan berpikir, menemukan dan membedakan yang benar dan yang salah.

Seorang filosof berkebangsaan Jerman, Edward Harenman dalam bukunya “Aliran Darwin” mengatakan: “Sebenarnya pendapat yang mengatakan tidak ada kesengajaan pada keberadaan alam semesta menurut para pengikut aliran Darwinisme itu tidaklah mempunyai bukti. Itu hanya timbul dari angan-angan yang tidak mempunyai landasan ilmu pengetahuan.”

Dr. Von Bayer dari Jerman dalam bukunya ”Sanggahan terhadap Pendapat Darwin” mengatakan: Apabila para pengikut aliran Darwinisme mengumumkan dengan lantang bahwa tidak terdapat kesengajaan pada keberadaan alam, atau dengan kata lain bahwa alam semesta ini ada karena tuntutan-tuntutan buta, maka saya berkeyakinan bahwa di antara kewajiban saya mengenai hal itu adalah menyatakan bahwa saya berkeyakinan sebaliknya. Saya berpendapat bahwa semua tuntutan ini mengungkapkan berbagai tujuan yang luhur.”

Dr. Muhammad Farid Wajdi sesudah menyebutkan pembicaraan terakhir ini menyatakan : Andaikata kita ingin memperoleh keputusan dengan beratus-ratus keterangan dari pemuka ilmu pengetahuan dan filsafat tentang tidak adanya kesengajaan pada penciptaan, tentulah kita dapat dengan mudah mengutipnya.

Apabila sudah terbuktikan bahwa alam semesta ini ada karena “kesengajaan”, maka terbukti pula adanya Dzat Yang Maha Mengatur, Yang Maha Bijaksana Jalla Wa’ala, melalui jalan yang dapat dirasakan dan tidak dapat dibantah lagi, sesuai firman Allah:

“Apakah mengenai Allah ada keraguan, yakni Dzat Pencipta langit dan bumi.” (QS. Ibrahim [14] : 10)

Apabila kemungkinan pertama dan kemungkinan kedua terbukti tidak benar karena keduanya keluar dari wilayah akal, logika dan ilmu pengetahuan, maka sekarang tinggallah kemungkinan yang ketiga, yaitu bahwa alam semesta ini ada yang menciptakan dan mengaturnya. Dan inilah yang sesuai dengan akal pikiran, logika dan ilmu pengetahuan. Pendapat ini pula yang mendorong Socrates untuk beriman kepada Allah, dan mampu membungkam Aristophanes yang mengingkari adanya Tuhan Pencipta dalam dialog berikut ini:

Socrates : Adakah orang-orang yang kamu kagumi karena kemahirannya dan keindahan hasil-hasil karyanya?

Aristophanes : Ada. Aku mengagumi Homero dalam syair-syair ceritanya, dan aku mengagumi Zoxes dalam bidang lukisan, dan aku mengagumi Polextic dalam bidang pembuatan patung-patung.

Socrates : Pencipta-pencipta manakah yang patut dikagumi? Apakah yang menciptakan gambar-gambar tanpa akal dan tidak akan bergerak sama sekali ataukah yang menciptakan makhluk-makhluk yang berakal dan hidup?

Aristophanes : Sudah barang tentu lebih kagum terhadap pencipta yang menciptakan makhluk-makhluk yang berakal dan hidup, jika hal itu bukan dari hal-hal yang terjadi karena kebetulan.

Socrates : Apakah mungkin hal itu terjadi karena kebetulan jika sekiranya anggota-anggota tubuh ini diberi kemampuan untuk maksud-maksud dan tujuan-tujuan tertentu? Umpamanya mata diberi kemampuan untuk melihat, telinga untuk mendengar, hidung untuk mencium, dan lidah untuk merasakan. Mata diliputi dengan alat-alat perlindungan karena sangat sensitif dan lemah. Maka ia dapat ditutup karena tidur atau ketika diperlukan. Juga dilindungi dengan bulu-bulu mata dan alis. Untuk telinga diberi peralatan bagian luar yang menampung suara agar dapat ditangkap. Mungkinkah semua itu karena kebetulan?

Demikian pula halnya kecenderungan untuk mempunyai keturunan yang diletakkan di dalam hati, rasa cinta yang mendalam yang ada dalam hati ibu-ibu terhadap anak-anaknya, sekalipun jarang sekali seorang anak dapat memberikan manfaat kepada bapak dan ibunya, dan bayi yang begitu lahir mengetahui cara menyusu pada ibunya.

Apakah mungkin ini semua terjadi secara kebetulan?

Aristophanes : Oh tidak. Sesungguhnya hal itu menunjukkan adanya pencipta dan juga menunjukkan bahwa penciptanya itu Maha Agung yang mencintai makhluk hidup. Akan tetapi mengapa kita tidak dapat melihat pencipta?

Socrates : Anda juga tidak dapat melihat roh Anda sendiri yang menguasai anggota tubuh Anda. Apakah karena Anda tidak dapat melihat roh Anda, berarti kita tidak boleh mengatakan bahwa perbuatan Anda timbul karena kebetulan dan tanpa kesadaran? Sudah barang tentu tidak.

Demikianlah dialog antara dua orang ahli filsafat itu. Maha Benar Allah yang Maha Agung yang telah berfirman:

“Dan diantara tanda-tanda (kekuasaan)-Nya ialah malam dan siang, matahari dan bulan. Janganlah kamu bersujud kepada matahari dan jangan pula kepada bulan, akan tetapi bersujudlah kamu kepada Allah yang telah menciptakan (semua)nya jika kamu benar-benar menyembah-Nya.” (QS. Fushilat [41] : 37)


Aqidah Islamiyah - Sayyid Sabiq
Sumber : Hasan Al Banna

Thursday, July 12, 2012

Kisah Nasehat untuk Penguasa

Majalah Muslim - 09/20/2002
Mengatakan kebenaran kepada penguasa yang menyeleweng memang perlu keberanian yang
tinggi, sebab resikonya besar. Bisa-bisa akan kehilangan kebebasan, mendekam dalam
penjara, bahkan lebih jauh lagi dari itu, nyawa bisa melayang. Karena itu, tidaklah
mengherankan ketika pada suatu saat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya oleh
seorang sahabat perihal perjuangan apa yang paling utama, maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam pun menjawab, "Mengatakan kebenaran kepada penguasa yang menyeleweng."

Demikian sabda Tasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagaimana yang dikisahkan dalam
sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam an-Nasa'i, Abu Daud, dan Tirmidzi, berdasarkan
penuturan Abu Sa'id al-Khudry Radhiyallahu 'anhu, dan Abu Abdillah Thariq bin Syihab al-
Bajily al-Ahnasyi. Oleh sebab itu, sedikit sekali orang yang berani melakukannya, yakni
mengatakan kebenaran kepada penguasa yang menyeleweng.

Di antara yang sedikit itu (orang yang pemberani) terdapatlah nama Thawus al-Yamani. Ia
adalah seorang tabi'in, yakni generasi yang hidup setelah para sahabat Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam, bertemu dengan mereka dan belajar dari mereka. Dikisahkan, suatu ketika
Hisyam bin Abdul Malik, seorang khalifah dari Bani Umayyah, melakukan perjalanan ke Mekah

guna melaksanakan ibadah haji. Di saat itu beliau meminta agar dipertemukan dengan salah
seorang sahabat Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam yang hidup. Namun sayang,
ternyata ketika itu tak seorang pun sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang
masih hidup. Semua sudah wafat. Sebagai gantinya, beliau pun meminta agar dipertemukan
dengan seorang tabi'in.

Datanglah Thawus al-Yamani menghadap sebagai wakil dari para tabi'in. Ketika menghadap,
Thawus al-Yamani menanggalkan alas kakinya persis ketika akan menginjak permadani yang
dibentangkan di hadapan khalifah. Kemudia ia langsung saja nyelonong masuk ke dalam tanpa
mengucapkan salam perhormatan pada khalifah yang tengah duduk menanti kedatangannya.
Thawus al-Yamani hanya mengucapkan salam biasa saja, "Assalamu'alaikum," langsung duduk
di samping khalifah seraya bertanya, "Bagaimanakah keadaanmu, wahai Hisyam?"

Melihat perilaku Thawus seperti itu, khalifah merasa tersinggung. Beliau murka bukan main.
Hampir saja beliau memerintahkan kepada para pengawalnya untuk membunuh Thawus.
Melihat gelagat yang demikian, buru-buru Thawus berkata, "Ingat, Anda berada dalam
wilayah haramullah dan haramurasulihi (tanah suci Allah dan tanah suci Rasul-Nya). Karena
itu, demi tempat yang mulia ini, Anda tidak diperkenankan melakukan perbuatan buruk
seperti itu!"
"Lalu apa maksudmu melakukakan semua ini?" tanya khalifah.
"Apa yang aku lakukan?" Thawus balik bertanya.

Dengan geram khalifah pun berkata, "Kamu tanggalkan alas kaki persis di depan permadaniku.
Kamu masuk tanpa mengucapkan salam penghormatan kepadaku sebagai khalifah, dan juga
tidak mencium tanganku. Lalu, kamu juga memanggilku hanya dengan nama kecilku, tanpa gelar
dan kun-yahku. Dan, sudah begitu, kamu berani pula duduk di sampingku tanpa seizinku.
Apakah semua itu bukan penghinaan terhadapku?"

"Wahai Hisyam!" jawab Thawus, "Kutanggalkan alas kakiku karena aku juga menanggalkannya
lima kali sehari ketika aku menghadap Tuhanku, Allah 'Azza wa Jalla. Dia tidak marah, apalagi
murka kepadaku lantaran itu."

"Aku tidak mencium tanganmu lantaran kudengar Amirul Mukminin Ali Radhiyallahu 'anhu
pernah berkata bahwa seorang tidak boleh mencium tangan orang lain, kecuali tangan istrinya
karena syahwat atau tangan anak-anaknya karena kasih sayang."

"Aku tidak mengucapkan salam penghormatan dan tidak menyebutmu dengan kata-kata
amiirul mukminin lantaran tidak semua rela dengan kepemimpinanmu; karenanya aku enggan
untuk berbohong."

"Aku tidak memanggilmu dengan sebutan gelar kebesaran dan kun-yah lantaran Allah
memanggil para kekasih-Nya di dalam Alquran hanya dengan sebutan nama semata, seperti ya
Daud, ya Yahya, ya 'Isa; dan memanggil musuh-musuh-Nya dengan sebutan kun-yah seperti
Abu Lahab...."
"Aku duduk persis di sampingmu lantaran kudengar Amiirul Mukminin Ali Radhiyallahu 'anhu
pernah berkata bila kamu ingin melihat calon penghuni neraka, maka lihatlah orang yang
duduk sementara orang di sekitarnya tegak berdiri."

Mendengar jawaban Thawus yang panjang lebar itu, dan juga kebenaran yang terkandung di
dalamnya, khalifah pun tafakkur karenanya. Lalu ia berkata, "Benar sekali apa yang Anda
katakan itu. Nah, sekarang berilah aku nasehat sehubungan dengan kedudukan ini!"

"Kudengar Amiirul Mukminin Ali Radhiyallahu 'anhu berkata dalam sebuah nasehatnya," jawab
Thawus, "Sesungguhnya dalam api neraka itu ada ular-ular berbisa dan kalajengking raksasa
yang menyengat setiap pemimpin yang tidak adil terhadap rakyatnya."

Mendengar jawaban dan nasehat Thawus seperti itu, khalifah hanya terdiam, tak
mengeluarkan sepatah kata pun. Ia menyadari bahwa menjadi seorang pemimpin harus
bersikap arif dan bijaksana serta tidak boleh meninggalkan nilai-nilai keadilan bagi seluruh
rakyatnya. Setelah berbincang-bincang beberapa lamanya perihal masalah-masalah yang
penting yang ditanyakan oleh khalifah, Thawus al-Yamani pun meminta diri. Khalifah pun
memperkenankannya dengan segala hormat dan lega dengan nasehat-nasehatnya.
Sumber: Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia - Majalah Muslim

Wednesday, July 11, 2012

Kisah Nasehat yang Jitu

Majalah Muslim - 09/27/2002
Pada suatu hari Ibrahim bin Adham didatangi oleh seorang lelaki yang gemar melakukan
maksiat. Lelaki tersebut bernama Jahdar bin Rabi'ah. Ia meminta nasehat kepada Ibrahim
agar ia dapat menghentikan perbuatan maksiatnya.

Ia berkata, "Ya Aba Ishak, aku ini seorang yang suka melakukan perbuatan maksiat. Tolong
berikan aku cara yang ampuh untuk menghentikannya!"
Setelah merenung sejenak, Ibrahim berkata, "Jika kau mampu melaksanakan lima syarat yang
kuajukan, aku tidak keberatan kau berbuat dosa."
Tentu saja dengan penuh rasa ingin tahu yang besar Jahdar balik bertanya, "Apa saja syarat-
syarat itu, ya Aba Ishak?"
"Syarat pertama, jika engkau melaksanakan perbuatan maksiat, janganlah kau memakan
rezeki Allah," ucap Ibrahim.

Jahdar mengernyitkan dahinya lalu berkata, "Lalu aku makan dari mana? Bukankah segala
sesuatu yang berada di bumi ini adalah rezeki Allah?"
"Benar," jawab Ibrahim dengan tegas. "Bila engkau telah mengetahuinya, masih pantaskah
engkau memakan rezeki-Nya, sementara Kau terus-menerus melakukan maksiat dan
melanggar perintah-perintahnya?"
"Baiklah," jawab Jahdar tampak menyerah. "Kemudian apa syarat yang kedua?"
"Kalau kau bermaksiat kepada Allah, janganlah kau tinggal di bumi-Nya," kata Ibrahim lebih
tegas lagi.

Syarat kedua membuat Jahdar lebih kaget lagi. "Apa? Syarat ini lebih hebat lagi. Lalu aku
harus tinggal di mana? Bukankah bumi dengan segala isinya ini milik Allah?"
"Benar wahai hamba Allah. Karena itu, pikirkanlah baik-baik, apakah kau masih pantas
memakan rezeki-Nya dan tinggal di bumi-Nya, sementara kau terus berbuat maksiat?" tanya
Ibrahim.

"Kau benar Aba Ishak," ucap Jahdar kemudian. "Lalu apa syarat ketiga?" tanya Jahdar
dengan penasaran.

"Kalau kau masih bermaksiat kepada Allah, tetapi masih ingin memakan rezeki-Nya dan
tinggal di bumi-Nya, maka carilah tempar bersembunyi dari-Nya."
Syarat ini membuat lelaki itu terkesima. "Ya Aba Ishak, nasihat macam apa semua ini? Mana
mungkin Allah tidak melihat kita?"
"Bagus! Kalau kau yakin Allah selalu melihat kita, tetapi kau masih terus memakan rezeki-
Nya, tinggal di bumi-Nya, dan terus melakukan maksiat kepada-Nya, pantaskah kau
melakukan semua itu?" tanya Ibrahin kepada Jahdar yang masih tampak bingung dan
terkesima. Semua ucapan itu membuat Jahdar bin Rabi'ah tidak berkutik dan
membenarkannya.

"Baiklah, ya Aba Ishak, lalu katakan sekarang apa syarat keempat?"
"Jika malaikat maut hendak mencabut nyawamu, katakanlah kepadanya bahwa engkau belum
mau mati sebelum bertaubat dan melakukan amal saleh."
Jahdar termenung. Tampaknya ia mulai menyadari semua perbuatan yang dilakukannya selama
ini. Ia kemudian berkata, "Tidak mungkin... tidak mungkin semua itu aku lakukan."
"Wahai hamba Allah, bila kau tidak sanggup mengundurkan hari kematianmu, lalu dengan cara
apa kau dapat menghindari murka Allah?"
Tanpa banyak komentar lagi, ia bertanya syarat yang kelima, yang merupakan syarat terakhir.
Ibrahim bin Adham untuk kesekian kalinya memberi nasihat kepada lelaki itu.

"Yang terakhir, bila malaikat Zabaniyah hendak menggiringmu ke neraka di hari kiamat nanti,
janganlah kau bersedia ikut dengannya dan menjauhlah!"
Lelaki itu nampaknya tidak sanggup lagi mendengar nasihatnya. Ia menangis penuh
penyesalan. Dengan wajah penuh sesal ia berkata, "Cukup...cukup ya Aba Ishak! Jangan kau
teruskan lagi. Aku tidak sanggup lagi mendengarnya. Aku berjanji, mulai saat ini aku akan
beristighfar dan bertaubat nasuha kepada Allah."

Jahdar memang menepati janjinya. Sejak pertemuannya dengan Ibrahim bin Adham, ia
benar-benar berubah. Ia mulai menjalankan ibadah dan semua perintah-perintah Allah
dengan baik dan khusyu'.

Ibrahim bin Adham yang sebenarnya adalah seorang pangeran yang berkuasa di Balakh itu
mendengar bahwa di salah satu negeri taklukannya, yaitu negeri Yamamah, telah terjadi
pembelotan terhadap dirinya. Kezaliman merajalela. Semua itu terjadi karena ulah gubernur
yang dipercayainya untuk memimpin wilayah tersebut.

Selanjutny, Ibrahim bin Adham memanggil Jahdar bin Rabi'ah untuk menghadap. Setelah ia
menghadap, Ibrahim pun berkata, "Wahai Jahdar, kini engkau telah bertaubat. Alangkah
mulianya bila taubatmu itu disertai amal kebajikan. Untuk itu, aku ingin memerintahkan
engkau untuk memberantas kezaliman yang terjadi di salah satu wilayah kekuasaanku."
Mendengar perkataan Ibrahim bin Adham tersebut Jahdar menjawab, "Wahai Aba Ishak,
sungguh suatu anugrah yang amat mulia bagi saya, di mana saya bisa berbuat yang terbaik
untuk umat. Dan tugas tersebut akan saya laksanakan dengan segenap kemampuan yang
diberikan Allah kepada saya. Kemudian di wilayah manakah gerangan kezaliman itu terjadi?"
Ibrahim bin Adham menjawab, "Kezaliman itu terjadi di Yamamah. Dan jika engkau dapat
memberantasnya, maka aku akan mengangkat engkau menjadi gubernur di sana."

Betapa kagetnya Jahdaar mendengar keterangan Ibrahim bin Adham. Kemudian ia berkata,
"Ya Allah, ini adalah rahmat-Mu dan sekaligus ujian atas taubatku. Yamamah adalah sebuah
wilayah yang dulu sering menjadi sasaran perampokan yang aku lakukan dengan gerombolanku.
Dan kini aku datang ke sana untuk menegakkan keadilan. Subhanallah, Maha Suci Allah atas
segala rahmat-Nya."

Kemudian, berangkatlah Jahdar bin Rabi'ah ke negeri Yamamah untuk melaksanakan tugas
mulia memberantas kezaliman, sekaligus menunaikan amanah menegakkan keadilan. Pada
akhirnya ia berhasil menunaikan tugas tersebut, serta menjadi hamba Allah yang taat hingga
akhir hayatnya.
Sumber: Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia - Majalah Muslim

Tuesday, July 10, 2012

Kisah Tegakkan Sholat PHK didapat

Majalah Muslim - Kamis, 26 Safar 1423/ 09 Mei 2002
Berawal dari sebuah perkenalannya dengan seorang pemuda muslim Evi Cristiani yang kini
sudah menjadi seorang muslimah yang patut dicontoh. Perilaku keislamannya benar-benar
diterapkan dalam kehidupannya sehari-hari walau begitu berat cobaan yang dihadapinya.

Sekali syahadat sebagai kesaksian sakral sudah ia ucapkan maka pantang baginya untuk surut
menegakkan kalimat Allah dalam kalbunya. Sudah pasti orang tuanya menentang
keinginannya, Evi pun harus hijrah ke tempat kost agar ibadahnya lancar ia kerjakan.

Belum lagi beres masalah dengan orang tuanya lantaran ia masuk Islam, Evi harus menghadapi
masalah di tempat kerjanya. Gadis berusia 27 tahun bekerja di sebuah biro perjalanan yang
mayoritas karyawannya beragama non muslim. Profesionalisme juga tidak dijalankan di sana
karena sikap sebagian besar karyawannya masih memakai sentimen agama.

Hasilnya Evi jadi bulan-bulanan para atasan karena dianggap tidak sejalan dengan pola pikir
mereka. Ada acara rutin tiap dua pekan sekali yang wajib diikuti oleh karyawan bagian Evi
bertugas. Acara yang sarat dengan unsur maksiat itu adalah mengunjungi bar-bar dan
bersenang-senang hingga mabuk.

Dulu ia tidak pernah lewatkan acara itu tapi sejak ia masuk Islam jelas acara model itu ia
tolak mentah-mentah. Segala alasan ia cari agar ia bisa terbebas dari dosa itu. Sampai
akhirnya atasannya jenuh dan tidak akan mengajak Evi hura-hura lagi. Beres dengan yang
satu itu muncullah masalah lain yang tak kalah menyakitkan

Ketika seorang kawannya pulang dari tugas ke eropa, ia membawa oleh-oleh yang dibagikan ke
rekan-rekannya kantornya tak terkecualiEvi. Oleh-oleh berupa kue itu tak disangka
mengandung daging babi. Lantaran Evi tidak tahu ia makan segigit kue itu lalu kawannya
punberkata,"Evi itu kan ada babinya kok dimakan juga"

Mendengar hal itu Evi pun lari ke kamar mandi dan memuntahkan sebisa-bisa makanan dalam
mulutnya sambil beristighfar tak henti-henti. Kawannya pun ia tegur, tidak keras tapi tegas.
Si kawan merasa tidak salah dan berkelit. Evi menghentikan debatitu dan coba menyabarkan
dirinya.


Yang diingatnya hanya kekuatan Allah agar bisa memberinya kekuatan untuk dapat bertahan
dari cobaan ini. Sejak itulah kebencian mulai tumbuh subur di antara rekan sejawatnya.
Menanggapi hal tersebut atasannya segera memindahkannya ke bagian lain.
Lagi-lagi di bagian yang baru Evi dihujam oleh fitnah yang bertubi tubi. Manajernya yang
baru justru yang menjadi momok lahirnya fitnahan tersebut. Cobaan demi cobaan itu
dipuncaki dengan dipanggilnya ia oleh pihak SDM.

Ia jelaskan bahwa ia harus menjalankan kewajibannya sebagai muslim yaitu shalat dan
berusaha menghindari kemaksiatan sekeras mungkin.Jalan keluar tidak ketemu dan PHK jadi
solusi yang terbaik.Evi terima dengan ikhlas,"rejekiku sudah diatur olehNya," gumam Evi
mantap sambil keluar kantor dengan perasaan lega.

Semoga Allah Swt memberikan kekuatan lahir bathin buat sdri. Evi yang telah mendapatkan
Hidayah di jalan Allah. Amin
Sumber: Penulis Amma - Majalah Muslim

Monday, July 9, 2012

Cerita Tentang Kalung Anisa

Majalah Muslim - Kamis, 19 Safar 1723 / 2 mei 2002
Ini cerita tentang Anisa, seorang gadis kecil yang ceria berusia Lima tahun. Pada suatu sore,
Anisa menemani Ibunya berbelanja di suatu supermarket. Ketika sedang menunggu giliran
membayar, Anisa melihat sebentuk kalung mutiara mungil berwarna putih berkilauan,
tergantung dalam sebuah kotak berwarna pink yang sangat cantik.
Kalung itu nampak begitu indah, sehingga Anisa sangat ingin memilikinya. Tapi... Dia tahu,
pasti Ibunya akan berkeberatan. Seperti biasanya, sebelum berangkat ke supermarket dia
sudah berjanji tidak akan meminta apapun selain yang sudah disetujui untuk dibeli.
Dan tadi Ibunya sudah menyetujui untuk membelikannya kaos kaki ber-renda yang cantik.
Namun karena kalung itu sangat indah, diberanikannya bertanya.
"Ibu, bolehkah Anisa memiliki kalung ini? Ibu boleh kembalikan kaos kaki yang tadi... "
Sang Bunda segera mengambil kotak kalung dari tangan Anisa. Dibaliknya tertera harga Rp
15,000.
Dilihatnya mata Anisa yang memandangnya dengan penuh harap dan cemas. Sebenarnya dia
bisa saja langsung membelikan kalung itu, namun ia tak mau bersikap tidak konsisten...
"Oke ... Anisa, kamu boleh memiliki Kalung ini. Tapi kembalikan kaos kaki yang kau pilih tadi.
Dan karena harga kalung ini lebih mahal dari kaos kaki itu, Ibu akan potong uang tabunganmu
untuk minggu depan. Setuju ?"
Anisa mengangguk lega, dan segera berlari riang mengembalikan kaos kaki ke raknya.
"Terimakasih..., Ibu"
Anisa sangat menyukai dan menyayangi kalung mutiaranya. Menurutnya, kalung itu
membuatnya nampak cantik dan dewasa. Dia merasa secantik Ibunya. Kalung itu tak pernah
lepas dari lehernya, bahkan ketika tidur.
Kalung itu hanya dilepasnya jika dia mandi atau berenang. Sebab,kata ibunya, jika basah,
kalung itu akan rusak, dan membuat lehernya menjadi hijau...
Setiap malam sebelum tidur, ayah Anisa membacakan cerita pengantar tidur. Pada suatu
malam, ketika selesai membacakan sebuah cerita,
Ayah bertanya "Anisa..., Anisa sayang Enggak sama Ayah ?"
"Tentu dong... Ayah pasti tahu kalau Anisa sayang Ayah !"
"Kalau begitu, berikan kepada Ayah kalung mutiaramu...
"Yah..., jangan dong Ayah ! Ayah boleh ambil "si Ratu" boneka kuda dari nenek... ! Itu
kesayanganku juga
"Ya sudahlah sayang,... ngga apa-apa !". Ayah mencium pipi Anisa sebelum keluar dari kamar
Anisa.
Kira-kira seminggu berikutnya, setelah selesai membacakan cerita, Ayah bertanya lagi,
"Anisa..., Anisa sayang nggak sih, sama Ayah?"
"Ayah, Ayah tahu bukan kalau Anisa sayang sekali pada Ayah?".
"Kalau begitu, berikan pada Ayah Kalung mutiaramu."
"Jangan Ayah... Tapi kalau Ayah mau, Ayah boleh ambil boneka Barbie ini.."Kata Anisa seraya
menyerahkan boneka Barbie yang selalu menemaninya bermain.
Beberapa malam kemudian, ketika Ayah masuk ke kamarnya, Anisa sedang duduk di atas
tempat tidurnya. Ketika didekati, Anisa rupanya sedang menangis diam-diam. Kedua
tangannya tergenggam di atas pangkuan. air mata membasahi pipinya..."Ada apa Anisa, kenapa
Anisa ?" Tanpa berucap sepatah pun, Anisa membuka tangannya.
Di dalamnya melingkar cantik kalung mutiara kesayangannya" Kalau Ayah mau...ambillah kalung
Anisa"
Ayah tersenyum mengerti, diambilnya kalung itu dari tangan mungil Anisa. Kalung itu
dimasukkan ke dalam kantong celana. Dan dari kantong yang satunya, dikeluarkan sebentuk
kalung mutiara putih...sama cantiknya dengan kalung yang sangat disayangi Anisa..."Anisa... ini
untuk Anisa. Sama bukan ? Memang begitu nampaknya, tapi kalung ini tidak akan membuat
lehermu menjadi hijau"
Ya..., ternyata Ayah memberikan kalung mutiara asli untuk menggantikan kalung mutiara
imitasi Anisa.
Demikian pula halnya dengan Allah S.W.T. terkadang Dia meminta sesuatu dari kita, karena
Dia berkenan untuk menggantikannya dengan yang lebih baik. Namun, kadang-kadang kita
seperti atau bahkan lebih naif dari Anisa : Menggenggam erat sesuatu yang kita anggap amat
berharga, dan oleh karenanya tidak ikhlas bila harus kehilangan. Untuk itulah perlunya sikap
ikhlas, karena kita yakin tidak akan Allah mengambil sesuatu dari kita jika tidak akan
menggantinya dengan yang lebih baik.
Sumber : Daarut tauhiid - Majalah Muslim

Wednesday, July 4, 2012

Kisah tentang Tidur dan Kematian

Ilustrasi Tidur Kartun (Google Images)
Majalah Muslim - Prof. Arthur Alison: ''Karena Az Zumar 42''
Kamis, 5 Safar 1423/ 18 April 2002

Namaku Arthur Alison, seorang profesor yang menjabat Kepala Jurusan Teknik Elektro
Universitas London. Sebagai orang eksak, bagiku semua hal bisa dikatakan benar jika masuk
akal dan sesuai rasio. Karena itulah, pada awalnya agama bagiku tak lebih dari objek studi.
Sampai akhirnya aku menemukan bahwa Al Quran, mampu menjangkau pemikiran manusia.
Bahkan lebih dari itu. Maka aku pun memeluk Islam.

Itu bermula saat aku diminta tampil untuk berbicara tentang metode kedokteran spiritual.
Undangan itu sampai kepadaku karena selama beberapa tahun, aku mengetuai Kelompok
Studi Spiritual dan Psikologis Inggris. Saat itu, aku sebenarnya telah mengenal Islam melalui
sejumlah studi tentang agama-agama.

Pada September 1985 itulah, aku diundang untuk mengikuti Konferensi Islam Internasional
tentang 'Keaslian Metode Pengobatan dalam Al Quran'di Kairo. Pada acara itu, aku
mempresentasikan makalah tentang 'Terapi dengan Metode Spiritual dan Psikologis dalam Al
Quran'.

Makalah itu merupakan pembanding atas makalah lain tentang 'Tidur dan Kematian', yang
bisa dibilang tafsir medis atas Quran surat Az Zumar ayat 42 yang disampaikan ilmuwan
Mesir, Dr. Mohammed Yahya Sharafi.

Fakta-fakta yang dikemukakan Sharafi atas ayat yang artinya, "Allah memegang jiwa (orang)
ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; Maka Dia
tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain
sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda
kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir," telah membukakan mata hatiku terhadap Islam.
Secara parapsikologis, seperti dijelaskan Al Quran, orang tidur dan orang mati adalah dua
fenomena yang sama. Yaitu dimana ruh terpisah dari jasad. Bedanya, pada orang tidur, ruh
dengan kekuasaan Allah bisa kembali kepada jasad saat orang itu terjaga. Sedangkan pada
orang mati, tidak.

Ayat itu merupakan penjelasan, mengapa setiap orang yang bermimpi sadar dan ingat bahwa
ia telah bermimpi. Ia bisa mengingat mimpinya, padahal saat bermimpi ia sedang tidur.
Al Quran surat Az Zumar ayat 42 ini juga menjadi penjelasan atas orang yang mengalami
koma. Secara fisik, orang yang koma tak ada bedanya dengan orang mati. Tapi ia tak dapat
dinyatakan mati, karena secara psikis ada suatu kesadaran yang masih hidup.

"Bagaimana Al Quran yang diturunkan 15 abad silam, bisa menjelaskan sebuah fenomena yang
oleh teori parapsikologis baru bisa dikonsepsikan pada abad ini?" Jawaban atas pertanyaan
inilah yang akhirnya meyakinkan aku untuk memeluk Islam.

Selepas sesi pemaparan kesimpulan dalam konferensi itu, disaksikan oleh Syekh Jad Al-Haq,
Dr. Mohammed Ahmady dan Dr. Mohammed Yahya Sharafi, akupun menyatakan dengan tegas
bahwa Islam adalah agama yang nyata benarnya.

Terbukti, isi Al Quran yang merupakan firman Allah pencipta manusia, sesuai dengan fakta-
fakta ilmiah. Kemudian dengan yakin, aku melafadzkan dua kalimat syahadat yang sudah
sangat fasih kubacakan. Sejak itu aku pun menjadi seorang Muslim dan mengganti namaku
menjadi Abdullah Alison.

Sebagai Ketua Kelompok Studi Spiritual dan Psikologi Inggris, aku telah mengenal banyak
agama melalui sejumlah studi yang dilakukan. Aku mempelajari Hindu, Budha dan agama serta
kepercayaan lainnya. Entah kenapa, ketika aku mempelajari Islam, aku juga terdorong untuk
melakukan studi perbandingan dengan agama lainnya.

Walaupun baru pada saat konferensi di Mesir, aku yakin benar bahwa Islam sebuah agama
besar yang nyata perbedaannya dengan agama lain. Agama yang paling baik diantara agama-
agama lain adalah Islam. Ia cocok dengan hukum alam tentang proses kejadian manusia. Maka
hanya Islam-lah yang pantas mengarahkan jalan hidup manusia.

Aku merasakan benar, ada sesuatu yang mengontrol alam ini. Dia itulah Sang Kreator, Allah
Swt. Dari pengalaman bagaimana aku mengenal dan masuk Islam, aku pikir pendekatan ilmiah
Al Quran bisa menjadi sarana efektif untuk mendakwahkan Islam di Barat yang sangat
rasional itu.

Sumber : (Pesantren.net)

Monday, May 14, 2012

Asal Usul Kumandang Azan

Asal Usul Kumandang Azan
Asal Usul Kumandang Azan
Majalah Muslim - Kamis, 28 Muharram 1423/ 11 April 2002
(Riwayat : Anas r.a; Abu Dawud; Al Bukhari)

Seiring dengan berlalunya waktu, para pemeluk agama Islam yang semula sedikit, bukannya
semakin surut jumlahnya. Betapa hebatnya perjuangan yang harus dihadapi untuk
menegakkan syiar agama ini tidak membuatnya musnah. Kebenaran memang tidak dapat
dmusnahkan.

Semakin hari semakin bertambah banyak saja orang-orang yang menjadi penganutnya.
Demikian pula dengan penduduk dikota Madinah, yang merupakan salah satu pusat penyebaran
agama Islam pada masa-masa awalnya. Sudah sebagian tersebar dari penduduk yang ada
dikota itu sudah menerima Islam sebagai agamanya.

Ketika orang-orang Islam masih sedikit jumlahnya, tidaklah sulit bagi mereka untuk bisa
berkumpul bersama-sama untuk menunaikan sholat berjama` ah. Kini, hal itu tidak mudah lagi
mengingat setiap penduduk tentu mempunyai ragam kesibukan yang tidak sama. Kesibukan
yang tinggi pada setiap orang tentu mempunyai potensi terhadap kealpaan ataupun kelalaian
pada masing-masing orang untuk menunaikan sholat pada waktunya.

Dan tentunya, kalau hal ini dapat terjadi dan kemudian terus-menerus berulang, maka bisa
dipikirkan bagaimana jadinya para pemeluk Islam. Ini adalah satu persoalan yang cukup berat
yang perlu segera dicarikan jalan keluarnya.

Pada masa itu, memang belum ada cara yang tepat untuk memanggil orang sholat. Orang-
orang biasanya berkumpul dimasjid masing -masing menurut waktu dan kesempatan yang
dimilikinya. Bila sudah banyak terkumpul orang, barulah sholat jama `ah dimulai.
Atas timbulnya dinamika pemikiran diatas, maka timbul kebutuhan untuk mencari suatu cara
yang dapat digunakan sebagai sarana untuk mengingatkan dan memanggil orang-orang untuk
sholat tepat pada waktunya tiba.

Ada banyak pemikiran yang diusulkan. Ada sahabat yang menyarankan bahwa manakala waktu
sholat tiba, maka segera dinyalakan api pada tempat yang tinggi dimana orang-orang bisa
dengan mudah melihat ketempat itu, atau setidak-tidaknya asapnya bisa dilihat orang
walaupun ia berada ditempat yang jauh. Ada yang menyarankan untuk membunyikan lonceng.
Ada juga yang mengusulkan untuk meniup tanduk kambing. Pendeknya ada banyak saran yang
timbul.

Saran-saran diatas memang cukup representatif. Tapi banyak sahabat juga yang kurang
setuju bahkan ada yang terang-terangan menolaknya. Alasannya sederhana saja : itu adalah
cara-cara lama yang biasanya telah dipraktekkan oleh kaum Yahudi. Rupanya banyak sahabat
yang mengkhawatirkan image yang bisa timbul bila cara-cara dari kaum kafir digunakan. Maka
disepakatilah untuk mencari cara-cara lain.

Lantas, ada usul dari Umar r.a jikalau ditunjuk seseorang yang bertindak sebagai pemanggil
kaum Muslim untuk sholat pada setiap masuknya waktu sholat. Saran ini agaknya bisa
diterima oleh semua orang, Rasulullah SAW juga menyetujuinya. Sekarang yang menjadi
persoalan bagaimana itu bisa dilakukan ? Abu Dawud mengisahkan bahwa Abdullah bin Zaid
r.a meriwayatkan sbb :

"Ketika cara memanggil kaum muslimin untuk sholat dimusyawarahkan, suatu malam dalam
tidurku aku bermimpi. Aku melihat ada seseorang sedang menenteng sebuah lonceng. Aku
dekati orang itu dan bertanya kepadanya apakah ia ada maksud hendak menjual lonceng itu.
Jika memang begitu aku memintanya untuk menjual kepadaku saja.

Orang tersebut malah bertanya," Untuk apa ? Aku menjawabnya,"Bahwa dengan membunyikan
lonceng itu, kami dapat memanggil kaum muslim untuk menunaikan sholat." Orang itu berkata
lagi,"Maukah kau kuajari cara yang lebih baik ?" Dan aku menjawab " Ya !"
Lalu dia berkata lagi, dan kali ini dengan suara yang amat lantang , " Allahu Akbar,Allahu
Akbar.."

Ketika esoknya aku bangun, aku menemui Rasulullah SAW dan menceritakan perihal mimpi itu
kepada beliau. Dan beliau berkata,"Itu mimpi yang sebetulnya nyata. Berdirilah disamping
Bilal dan ajarilah dia bagaimana mengucapkan kalimat itu. Dia harus mengumandangkan adzan
seperti itu dan dia memiliki suara yang amat lantang." Lalu akupun melakukan hal itu bersama
Bilal."

Rupanya, mimpi serupa dialami pula oleh Umar r.a, ia juga menceritakannya kepada Rasulullah
SAW . Nabi SAW bersyukur kepada Allah SWT atas semua ini.
Tulisan diambil dari Al-Islam Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia - Majalah Muslim
Sumber: EBook Cerita Islami By Syihab