Muhasabah Ikhlas |
Bersabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam : “Berbahagialah orang-orang yang (beramal dengan) ikhlas, mereka adalah lampu-lampu petunjuk yang segala fitnah yang diserupakan dengan kegelapan menjadi kelihatan jelas dari (karena) mereka” (Riwayat Abu Nu’aim Tsauban)
Begitu seringnya kata kata ini kita ucapkan, sehingga saking hafalnya, sebagian kita sering merasa telah ikhlas dalam berbuat sesuatu, padahal sejujurnya bagaimana mungkin bisa dikatakan ikhlas bila dalam berbuat, jika kita masih saja mengeluh ketika hasil perbuatan baik yang dilakukan terhadap seseorang ternyata tidak dibalas dengan kebaikan juga, atau ketika kita berbuat suatu perbuatan baik maupun amalan ibadah yang menurut kita ikhlas, namun masih saja kita sibuk memberitahukan kesetiap orang akan perbuatan amalan yang dilakukan?
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertakwa, hamba yang hatinya selalu merasa cukup dan yang suka mengasingkan diri (HR Muslim no. 2965, dari Sa’ad bin Abi Waqqash)
Mengasingkan diri berarti amalannya pun sering tidak ditampakkan pada orang lain.
Ibnul Mubarak mengatakan : “Jadilah orang yang suka mengasingkan diri (sehingga amalan mudah tersembunyi), dan janganlah suka dengan popularitas.”
Imam Asy Syafi’i mengatakan : “Sudah sepatutnya bagi seorang alim memiliki amalan rahasia yang tersembunyi, hanya Allah dan dirinya saja yang mengetahuinya. Karena segala sesuatu yang ditampakkan di hadapan manusia akan sedikit sekali manfaatnya di akhirat kelak (Lihat Ta’thirul Anfas min Haditsil Ikhlas, Sayyid bin Husain Al ‘Afaniy,hal. 230-232,Darul ‘Afani, cetakan pertama, 1421 H)
Amalan yang tiada keikhlasan akan menjadi sia sia ketika tidak dilakukan karena Allah semata, karena Allah akan menseleksi setiap amal itu dari niatnya dan keikhlasannya. Jaminan yang Allah sediakan bagi mereka yang ikhlas dalam beramal bisa ditemukan dalam kisah perjalanan Yusuf as ketika beliau berhadapan dengan seorang wanita yang mengajaknya melakukan kemaksiatan. Dalam hal ini Allah akan senantiasa memelihara hambaNya yang mukhlis dari perbuatan keji dan maksiat.
Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih. (QS yusuf 12 : 24)
Ayat ini tidaklah menunjukkan bahwa Nabi Yusuf a.s. punya keinginan yang buruk terhadap wanita itu (Zulaikha), akan tetapi godaan itu demikian besanya sehingga andaikata dia tidak dikuatkan dengan keimanan kepada Allah subhanahu wata’ala tentu dia jatuh ke dalam kemaksiatan.
Orang yang mukhlis juga mendapat jaminan akan terhindar dari godaan dan bujuk rayu syetan. Syetan sendiri mengakui ketidakberdayaan dan kelemahan mereka dihadapan orang-orang yang beramal dengan ikhlas.
Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka." (QS Al-Hijr 15 : 39-40)
Yang dimaksud dengan mukhlis ialah orang-orang yang telah diberi taufiq untuk mentaati segala petunjuk dan perintah Allah subhanahu wata’ala.
Wallahu a’lam bishshawab …
@Fastabiqul Khairat
0 comments:
Post a Comment